Oleh : Ayatullah Dwi Cahyono
KabarIndonesia - Berikut saya sampaikan pemikiran tentang salah satu program pengentasan kemiskinan yang berupa Raskin (Beras untuk Rakyat Miskin). Tulisan ini merupakan hasil pengalaman saya menjadi tim Monev Raskin di tingkat propinsi (2002-2006) maupun pusat (2012).
Sejarah Raskin
Perlu diketahui bersama bahwa program Raskin yaitu program pemberian beras murah seharga Rp 1.600 per kg dengan jumlah 15 kg per RTS (Rumah Tangga Sasaran) miskin, dahulu bernama program beras OPK (Operasi Pasar Khusus) yang dilaksanakan untuk mengurangi dampak langsung yang diterima KK miskin akibat terjadinya krisis moneter yang melanda Indonesia. Program ini ditangani langsung melalui dana APBN semenjak tahun 1998. Ada beberapa perubahan antara beras OPK dengan Raskin, yaitu kalau dahulu dikemas dengan kantong ukuran 50 Kg, sekarang ukuran 15 kg dengan embel-embel RASKIN pada kantongnya. Raskin sendiri di bawah kendali langsung TNP2K (Tim Nasional Program Pengentasan Kemiskinan) yang di bawah komando Wapres Boediono selaku penanggung jawab.
Mekanisme Penyaluran Raskin
Sebagaimana tahun-tahun yang telah lalu, pagu alokasi raskin langsung ditetapkan oleh pemerintah pusat, kemudian di-breakdown ke Pemprov selanjutnya, ke kabupaten hingga nantinya diketahui berapa alokasi raskin yang diterima di masing-masing desa.
Data yang digunakan dalam menentukan Rumah Tangga Sasaran Penerima raskin ada sedikit perubahan. Dahulu dibuat oleh tim BKKBN. Sekarang dibuat oleh tim BPS dengan menerapkan system rangkingisasi tingkat kemiskinan di masing-masing wilayah desa. Para penerima sudah ditentukan oleh Tim TNP2K pusat dan tercantum pada Daftar Penerima Manfaat (DPM), baik berupa poster ataupun soft data.
Raskin diterimakan kepada RTS-PM rutin tiap bulan. Pengadaan beras menjadi tanggung jawab perum Bulog yang didistribusikan ke masing-masing desa sasaran. Petugas dari desa biasanya perangkat desa membagi di masing-masing balai desa atau kelurahan sebagai titik bagi raskin yang ideal.
Keberhasilan raskin sendiri bisa diukur apabila memenuhi 6 T (enam Tepat) di antaranya: Tepat Sasaran/sesuai dengan Daftar Penerima Manfaat; Tepat jumlah per 15 Kg per RTS;Tepat Harga/Rp 1.600 per kg; Tepat mutu/kualitas beras sesuai layak konsumsi; Tepat waktu/sesuai jadwal pembagian; Tepat Administrasi/mengisi formulir yang ada secara tertib dan teratur.
Permasalahan Raskin
Permasalahan mengenai raskin sebenarnya sangat klise dari semenjak zaman OPK sampai sekarang selalu begitu, yakni beras dibagi rata, kualitas beras jauh dari layak konsumsi, pembayaran yang seret bahkan tak jarang uang dipakai secara pribadi oleh perangkat desa (seringkali berakhir pada kasus hukum). Apalagi bila menyangkut ke masalah administrasi bisa dipastikan amburadul.
Seringkali alasan yang dikemukakan oleh pihak desa selaku penanggung jawab raskin di titik terakhir distribusi pun terkesan cuci tangan dari permasalahan, yakni mereka beralasan bahwa beras raskin yang dibagi rata dikarenakan menghindari gejolak di masyarakat, biar kondusif, biar tidak terjadi bentrok di tingkat masyarakat antara yang menerima raskin dengan yang tidak sehingga dibagi rata.
Fakta di lapangan yang terjadi, realitas program raskin tak sesederhana yang disampaikan, yakni memang taraf kemiskinan di masyarakat antara yang terdaftar di DPM atau tidak terpaut sangat tipis bahkan bisa dikatakan tidak ada perbedaan yang signifikan. Apalagi bila pagu alokasi raskin dikomparasikan dengan jumlah data warga miskin yang sesungguhnya sangat njomplang dan dipastikan pagu tersebut tidak mencukupi.
Fakta yang lain yaitu bahwasanya masyarakat happy-happy saja ketika beras Raskin dibagi rata, semua KK menerima walaupun itu jauh dari jumlah beras Raskin yang ideal, yakni 15 kg/RTS. Rata-rata dijumpai bahwa peneriman beras hanya berkisar antara 1,5-10 Kg/RTS. Untuk harga sendiri terungkap bahwa ada tambahan uang untuk biaya transportasi dikarenakan pembagian beras di tingkat RT/RW bukan sesuai anjuran, yakni titik distribusi beras terakhir idealnya di balai desa/kelurahan. Belum lagi banyaknya uang hasil penjualan beras yang tak sedikit diselewengkan oleh pihak aparat desa sehingga konsekuensinya berurusan dengan aparat penegak hukum. Belum lagi bila Raskin belum lunas, maka alokasi bulan depan ditunda oleh pihak Bulog.
Bulog sendiri sebagai penyedia beras juga terkesan setengah hati. Kualitas dan kuantitas beras jauh dari apa yang pemerintah kehendaki. Kualitas Raskin yang jauh dari layak konsumsi (beras pecah, berbau apeg, warna yang kehitaman atau kekuningan, berdebu, dan dihinggapi serangga seperti ulat, kutu), belum lagi bahwa bobot beras per saknya yang mengalami susut antara 200-1000 gram, dan hal ini berulang terus-menerus tanpa ada perbaikan yang berarti.
Solusi
Menurut hemat kami bahwasanya Raskin tahun 2013 pun akan sama dalam hal pelaksanaannya, apalagi pagu alokasinya tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 11,2 persen sehingga jumlah RTS yang di-cover menurun dari 17,5 juta menjadi 15 juta RTS (berbagai sumber). Fakta yang tak terbantahkan bahwasanya Raskin terkesan hanya dijadikan proyek tahunan pemerintah tanpa mempedulikan perbaikan-perbaikan yang riil kecuali klaim bahwa angka kemiskinan nasional yang semakin menurun (jumlah pagu alokasi Raskin yang menurun dari tahun ke tahun). Untuk itu ada beberapa pemikiran sebagai solusinya:
- Perlunya mengomparasikan dan mengaji dengan program yang pernah dilakukan oleh badan pangan dunia (United Nation-World food Programme/UN-WFP) pada tahun 1999-2006 yang bekerjasama dengan LSM-LSM di berbagai kota besar di Indonesia untuk mengakomodir kaum miskin kota yang tidak menerima beras OPK. Program itu dikenal dengan program beras OPSM. Program OPSM mirip dengan program OPK. Perbedaannya beras dibagi per minggu 5 kg/kk. Petugas yang membagi beras adalah pihak independen yang ditunjuk oleh LSM pendamping dengan titik distribusi akhir di balai desa/kelurahan. Seluruh proses mulai survey KK sasaran, pengambilan beras digudang Bulog, pembagian beras di titik distribusi penyetoran uang dilakukan oleh tim independen, dan faktanya hampir tidak pernah terjadi demo atau protes dari warga masyarakat, bahkan system kartu OPSM yang juga menggunakan girik/kartu sudah diadopsi oleh pemerintah di program Raskin;
- Harga pembelian beras oleh Bulog Rp. 5.500/kg dan dijual sebesar Rp. 1.600,-/kg terpaut sangat jauh, sehingga bisa terjadi penyimpangan yang pernah diindikasikan bahwa jual, dibeli tengkulak dan dimasukkan lagi ke Bulog sebelum didistribusikan ke warga. Masyarakatpun bisa menjual beras itu antara kisaran Rp 4.000-5.000/kg, sehingga menurut hemat saya harga beras yang ditebus oleh pihak RTS agar dirasionalisasikan berkisar Rp 2.500/kg, selain untuk meminimalkan penyimpangan, juga beban subsidi Negara semakin ringan;
- Perlunya sangsi yang tegas terhadap semua penyimpangan yang berkenaan tentang Raskin sehingga ketepatan Raskin bisa sesuai dengan tolok ukur 6 T;
- Monitoring dan Evaluasi Raskin perlu dioptimalkan bahkan kalau perlu di tingkat desa pun dibentuk tim Monev Raskin;
- Raskin perlu di re-format untuk perbaikan ke depan dan apabila diperlukan jeda, maka harus dilakukan semua untuk kebaikan program Raskin, khususnya kalau diperlukan semua dilakukan oleh tim independen.
Ayatullah Dwi Cahyono, Tim Monev Pusat-TNP2K-Ausaid-dan Prisma LP3ES untuk wilayah Brebes Jawa Tengah sebagai TPD: 2012