Masalah memang mendatangi setiap orang, setiap makhluk yang
disayangi penciptanya. Karena Tuhan yakin, Ia percaya bahwa kita bisa
melewatinya. Tapi mengapa masalah ini begitu berat? Terlebih lagi
ketika kamu yang selalu menyemangatiku, yang selalu ada disetiap hariku
kini sudah tidak ada. Dan masalah ini begitu berat ketika aku menyadari
bahwa sumbernya adalah dirimu. Orang yang aku percayai, yang aku sayangi
dengan tulus.
Semua orang punya masalalu. Ya, aku percaya itu. Karena aku
sendiri punya masalalu. Aku tak pernah ingin mengusik masalalu mu, tak
berharap untuk tahu lebih dalam tentang semua kejadian kelam mu bersama
orang yang dulu pernah mengisi harimu. Aku tak ingin membuat luka dengan
sengaja di hatiku.
Aku tahu kamu percaya padaku, kamu ceritakan semuanya. Tapi kamu
tidak tahu kalau aku tak mau terlibat lebih banyak. Sekarang percuma,
semua semakin rumit. Aku mencintaimu, bahkan sangat mencintaimu. Tapi
apakah mungkin aku masih harus bertahan pada orang telah membuat
kesalahan besar dalam hidupnya dan berdampak menyakitiku?
Tuhan saja Maha Pengampun, mengapa aku tidak? Tapi disini aku
bukan Tuhan. Mungkin aku jahat telah merebutmu darinya. Dari orang
yang tidak lagi kau cintai. Meskipun dia sangat mencintaimu dan
menunggumu bertahun-tahun. Tapi jujur aku tidak tahu jika kau
mengabaikannya setelah bertemu denganku. Kau benar-benar
meninggalkannya. Apakah aku salah? Siapa yang salah? Aku, kau atau dia?
Anggap saja dia tidak salah, walaupun dia terus menerorku dengan
mengucapkan kata-kata tak layak. Lantas siapa yang bersalah disini?
Haruskah semua menyalahkanmu?
Aku tak menyalahkan mu, aku tahu kamu punya hak untuk memilih. Hak
untuk menentukan dengan siapa masa depanmu harus kau jalani. Tapi dia?
Dia lebih membutuhkanmu dari aku. Waktunya tak panjang, biarkan dia
bahagia. Aku sehat, aku bisa melakukan apapun yang aku mau. Tak
seperti dia. Aku bisa merelakanmu tapi kenapa kau tidak? Kenapa tidak
kau biarkan aku pergi? Melihatmu seperti itu, dengan janji-janji kita
dulu, dengan pengorbananmu, dengan tanda cinta yang melingkar di jari
ini. Haruskah aku melepaskanmu? Merelakanmu dengan wanita yang bisa
dibilang aku benci, karena membuat kita seperti ini.
Hidup itu memang penuh dengan pilihan, kita harus memilih. Kita
tidak bisa untuk memiliki semuanya. Aku tau kamu memilih aku, tapi
berada di posisi yang membingungkan. Disatu sisi aku mencintaimu dengan
sangat, namun disisi lain aku merasakan sakitnya seorang wanita yang
telah lama menunggumu. Mungkin aku bodoh, bisa dibilang sangat bodoh.
Aku merelakan perasaanku, merelakanmu bersamanya. Bagaimana bisa
aku berfikir ini yang terbaik. Terbaik untuk kalian, bukan untukku.
Mengorbankan perasaanku sendiri, membiarkan aku hidup dalam kesedihan
yang entah sampai kapan, memulai hidup baru tanpa ada pesan singkat
darimu yang selalu membuat aku tersenyum disetiap pagiku. Disetiap
hariku. Tanpa kau yang selalu membuatku tertawa dengan tingkah polosmu.
Tanpa kau yang memberiku kejutan-kejutan kecil yang sangat berarti.
Kita saling mencintai tapi tak bisa memiliki sekarang.
Apakah aku harus berhubungan denganmu secara diam-diam?
Tidak, itu tidak mungkin. Itu hanya akan memperburuk keadaan. Aku
hanya harus pergi jauh, melupakanmu, melupakan kenangan kita, melupakan
impian dan harapan, melupakan janji-janji yang belum ditepati,
melupakan semuanya yang mungkin sangat sulit atau bahkan tidak bisa
dilupakan. Tapi begitulah hidup, tidak semua berawal bahagia bisa
berakhir dengan bahagia juga. Mungkin kisah kita berawal menyedihkan
dan berakhir bahagia. Mungkin.
Aku tidak menyesali pertemuan kita, tidak ingin memutar waktu agar
kita tidak perlu bertemu. Aku bersyukur, berterimakasih pada Tuhan
telah mempertemukan kita. Telah memberi kebahagiaan lewat seorang
sepertimu. Kebahagiaan yang tak terhingga walaupun hanya sementara.
Tiara Maretha Erinda
Tags
OPINI