BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah.
Guru yang baik dalam mengajar adalah guru yang memiliki beberapa
karakteristik dan kompetensi yang dibutuhkan dalam proses mengajar. Secara
garis besar seorang guru dituntut untuk memiliki minimal 3 karakteristik utama,
yaitu : karakteristik pribadi, karakteristik profesional dan karakteristik
keahlian. Tingkat kualitas inilah yang menentukan kulitas suatu pembelajaran.
Pada edisi kali ini saya akan memberikan informasi mengenai karakteristik dan
kompetensi seorang guru.
Guru harus mempunyai kompetensi sosial karena guru adalah penceramah jaman
.Lebih tajam lagi ditulis oleh Ir. Soekarno dalam tulisan “Guru dalam Masa
Pembangunan” menyebutkan pentingnya guru dalam masa pembangunan adalah menjadi
masyarakat.
Kompetensi sosial guru merupakan kemampuan guru untuk memahami dirinya
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat dan mampu mengembangkan
tugas sebagai anggota masyarakat dan warga Negara. Lebih dalam lagi kemampuan
sosial ini mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan
lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru.
Untuk itulah seorang guru dituntut tidak hanya pandai menguasai bidang ilmu
yang di tempuhnya dan diajarkan kepada siswa-siswinya di sekolah tetapiuga ilmu
itu juga harus diterapkan dimasyarakat agar tercipta masyarakat yang madani.
B.
Rumusan masalah
berdasarkan
paparan singkat diatas, maka yang akan menjadi fokus utama pembahasan makalah
ini adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana peran guru dalam proses pembelajaran?
2.
Bagaimana karakter
guru yang profesional?
3.
Bagaimana
definisi kematangan sosial guru?
4.
Bagaimana
defenisi vokasional guru?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Karakter
guru
Guru merupakan ujung tombak maju
mundurnya dunia pendidikan, karena guru secara langsung menggeluti dunia
pendidikan secara praktis dilapangan. Terutama berkaitan dengan pembelajaran
sekaligus berinteraksi dengan kemajuan pembelajaran para siswa dalam menyampaikan
materi pelajaran, untuk mencapai tujuan pembelajaran, maka guru harus memiliki
berbagai karakteristik guru profesional. Adapun karakteristik guru professional
diantaranya adalah seagai berikut :
1. Memiliki
Kompetensi Pendidikan
Kompetensi
yaitu kemampuan yang terampil secara kognitif, afektif, dan psikomotor. Gordon
yang dikutip E. Mulyasa mengemukakan aspek-aspek kompetensi yaitu :
a.
“Pengetahuan (knowledge) yaitu
kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya seorang guru mengetahui cara
melakukan identifikasi kebutuhan belajar, dan bagaimana melakukan pembelajaran
terhadap peserta didik sesuai dengan kebutuhannya.
b.
Pemahaman (understanding) yaitu
kedalaman kognitif, dan afektif yang dimiliki oleh individu. Misalnya seorang
guru yang akan melaksanakan pembelajaran harus memiliki pemahaman yang baik
tentang karakteristik dan kondisi peserta didik, agar dapat melaksanakan
pembelajaran secara efektif dan efisien.
c.
Kemampuan (skill) adalah yang
dimiliki oleh individu untuk melakukuan tugas atau pekerjaan yang dibebankan
kepadanya. Misalnya kemampuan guru dalam memilih dan membuat alat peraga
sederhana untuk memberi kemudahan belajar kepada peserta didik.
d.
Nilai (value) adalah suatu standar
perilaku yangtelah diyakini secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang.
Misalnya standar perilaku seorang guru dalam pembelajaran (kejujuran,
keterbukaan, demokratis, dll)
e.
Sikap (attitude) yaitu perasaan
(senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau suatu reaksi terhadap suatu
rangsangan yang datang dari luar. Misalnya reaksi terhadap krisis ekonomi,
perasaan terhadap naiknya upah/gaji dan sebagainya.
f.
Minat (interest) adalah
kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan. Misalnya minat untuk
mempelajari atau melakukan sesuatu.”[1]
Jadi
menurut Gordon di atas dapat kita pahami bahwa kompetensi itu menyangkut
berbagai unsur psikologis dan rasiologis dalam menjalankan profesi guru
sehingga menjadi guru profesional. Di Indonesia dikenal sepuluh kompetensi
guru, hal ini diungkapkan oleh Raka Joni yang dikutip Abdul Rahman Abror yaitu:
a.
“Menguasai bahan ajar
b.
Mengelola pembelajaran
c.
Mengelola kelas
d.
Menggunakan media/sumber
e.
Menguasai landasan kependidikan
f.
Mengelola interaksi belajar mengajar
g.
Menilai siswa untuk kepentingan
pengajaran.
h.
Mengenal fungsi dan program penyuluhan
i.
Mengenal dan menyelenggarakan
administrasi sekolah.
j.
Memahami prinsip-prinsip dalam
menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.”[2]
2. Menunaikan
Peranannya
Guru
dalam peranannya terbagi menjadi beberapa bagian yaitu dalam pembelajaran,
peranan (hubungan) dengan peserta didik, orang tua siswa, masyarakat, profesi,
organisasi profesinya dan pemerintah. Mulyasa berpendapat bahwa peranan guru
dalam pembelajaran memuat beberapa peranan diantaranya:
a.
“Guru sebagai pendidik – Guru adalah
pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta didik
dalam lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas
pribadi tertentu yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin.
b.
Guru sebagai pengajar –
Guru sebagai pengajar adalah penyampai informasi (bahan ajar) serta
membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mengetahui sesuatu yang
belum diketahuinya, dan memahami standar yang di pelajarinya.
c.
Guru sebagai pembimbing – Guru
sebagai pembimbing yaitu pemberi arahan dalam pembelajaran serta membimbing
“perjalanan” peserta berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya.
d.
Guru sebagai pelatih – Guru sebagai
pelatih yaitu bertugas melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar
sesuai dengan potensi masing-masing.
e.
Guru sebagai pembaharu (innovator) –
Guru sebagai pembaharu bertugas menjembatani antara generasi tua dengan
generasi muda, yang juga sebagai penerjemah pengalaman ,guru harus menjadi
pribadi yang terdidik.”[3]
Sedangkan
peranan guru bagi berbagai lingkungan sosialnya diatur dalam kode etik guru
bagian IV Nilai-Nilai Operasional Jabatan Guru pasal 8 sampai pasal 14 yang
memuat :
a.
“Hubungan guru dengan peserta didik
b.
Hubungan guru dengan orang tua/wali
siswa
c.
Hubungan guru dengan masyarakat
d.
Hubungan guru dengan sekolah dan
rekan sejawat
e.
Hubungan guru dengan profesi
f.
Hubungan guru dengan organisasi
profesinya
g.
Hubungan guru dengan pemerintah”[4]
Hubungan
yang harus dijalankan itu adalah peranan yang harus di tunaikan dalam
menjalankan profesinya, sehingga menyadari peranannya tersebut dan terus
meningkatkan kompetensinya untuk menjadi guru profesional.
3. Memiliki
Kepribadian yang Luhur
Kepribadian
yaitu sifat dan sikap hakikat individu yang tertuang dalam perbuatan sebagai
karakteristik individu yang berbeda dengan individu lain. Muhibin Syah mengemukakan kepribadian guru yang kaitannya
dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya, yaitu:
a.
“Fleksibilitas kognitif (keluwesan
ranah cipta) merupakan kemampuan berfikir dengan tindakan simultan dan memadai
dalam situasi tertentu. Jadi fleksibilitas dapat dipahami keluwesan terhadap
semua hal yang memudahkan dalam mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran.
b.
Keterbukaan psikologis, yakni
memiliki kejiwaan besar dalam menunaikan kehidupannya. Jadi dalam hal ini guru
memiliki jiwa yang luhur (ikhlas, menginsyafi) tanggung jawab keguruan.”[5]
Kepribadian
merupakan manifestasi dari pemikiran dan tindakan yang dilakukan. Tindakan
(perilaku) yang terus dilakukan akan membentuk kepribaian. Apabila perilaku
yang dilakukan itu baik maka berkepribadian baik. Sedangkan perilaku yang buruk
maka akan menjadi kepribadian buruk pula. Oleh karena itu, sifat positif harus
dilakukan dan sifat negatif harus ditinggalkan. Muhammad Abdullah Al-Duweisy
memberikan gambaran umum sifat tersebut yaitu:
a.
“Sifat positif yang harus dilakukan
: Ikhlas hanya kepada Allah SWT, Taqwa dan ibadah, Mendorong dan memicu siswa
agar giat mencari ilmu, Berpenampilan baik, Berbicara dengan baik,
Berkepribadian matang dan terhormat, Keteladanan yang baik, Memenuhi janji,
Berperan memperbaiki pengajaran, Bergaul secara baik dengan murid (siswa)
meliputi Menghargai muridnya, memberi perhatian pada murid, tawadlu (rendah
hati), memperhatikan murid yang Memuji murid yang berbuat baik, berperilaku
adil diantara murid-muridnya, dan Proporsional dalam mengoreksi unggul, dan
lain-lain.
b.
Sifat-sifat yang harus ditinggalkan
; Menyombongkan diri dengan tidak menerima kebenaran, Hasud (dengki) kepada
muridnya, Fatwa tanpa ilmu, banyak bergurau, Memanfaatkan anak didik untuk
kepentingan dirinya, Berada ditempat yang tidak pantas, Emosional dan mudah
mengancam, Menggunjing murid, Membuat murid bosan, Mengajarkan diluar kemampuan
murid, dan Mengejek guru lain dan pelajarannya.”[6]
4. Membantu siswa dalam menimbulkan sikap positif
Sikap
positif yang harus ditumbuhkan oleh guru terhadap siswa, diantaranya :
a.
“Cinta ilmu, dengan cinta ilmu siswa
akan menyadari gunanya ilmu untuk masa depan serta akan terus menuntut ilmu
dengan keikhlasan.
b.
Kemandirian dalam belajar, dengan
menumbuhkan sikap ini, maka siswa akan merasa penting dan menyadari untuk
belajar secara mandiri tanpa adanya paksaan atau suruhan dari pihak lain.
c.
Menumbuhkan sikap disiplin, dengan
kedisiplinan maka siswa akan menjalani kehidupannya dengan teratur.
d.
Membantu menemukan gaya belajar
siswa, gaya belajar terbagi tiga yaitu: audio, visual, dan kinestetik. Siswa
yang mengalami gaya belajarnya akan merasa senang untuk belajar.”[7]
5. Memahami
hambatan pendidikan
Penghambat
pendidikan yang dialami ini diantaranya:
a.
“Kurikulum yang berubah-ubah,
seolah-olah disesuaikan dengan pemerintah yang berkualitas.
b.
Pendanaan yang tidak sesuai dengan
UU
c.
Proses pengajaran yang kaku, yakni
tidak menumbuhkan siswa untuk berkreatif sesuai dengan potensinya.
d.
Guru sendiri tidak professional”[8]
Paradigma
baru pembelajaran yang memberikan peluang dan tantangan besar bagi perkembangan
profesional guru-guru kita, perlu dipahami benar. Paradigma ini menggambarkan
redefinisi profesi pengajaran dan peran-peran guru dalam proses pembelajaran.
Meskipun kebutuhan untuk merawat, mengasuh, menyayangi dan mengembangkan
anak-anak kita secara maksimal itu akan selalu tetap berada dalam genggaman
pengajaran, tuntutan-tuntutan baru abad pengetahuan menghasilkan sederet
prinsip pembelajaran baru dan perilaku yang harus segera dipraktikkan.
Tentang
karakteristik profesionalisme guru, Stilman H menjelaskan bahwa “peningkatan
profesionalisme aparatur harus ditunjang dengan integritas yang tinggi”.”[9]
Ada
beberapa karakteristik yang harus terlembagakan dalam upaya ini, meliputi:
a. Melaksanakan tugas dengan terampil,
kreatif, dan inovatif;
b. Mempunyai komitmen yang kuat
terhadap tugas dan program;
c. Komitmen terhadap pelayanan publik;
d. Bekerja berdasarkan sifat dan etika
profesional;
e. Memiliki daya tanggap (responsiveness)
dan akuntabilitas (accountability);
f.
Memiliki
derajat otonomi yang penuh rasa tanggung jawab dalam membuat keputusan;
g. Memaksimalkan efisiensi dan
kreativitas.
Jika
diimplementasikan seluruh strategi tersebut, perlu dilakukan penyehatan dan pembaharuan
organisasi dengan melaksanakan tiga agenda perubahan, sebagai berikut:
a. The Intelectual Agenda meliputi :
1) Penggabungan dan perumusan kembali
visi organisasi dan “strategy intent”, memposisikan kembali strategi organisasi
publiik yang mampu membangkitkan, memadukan kekuatan dan arah serta idaman
bersama. Sehingga organisasi senantiasa bergerak pada posisi yang strategis.
2) Keluar dari batas pemikiran yang
telah menjadi kebiasaan untuk menjadi nilai tambah yang terbesar guna memenuhi
kepentingan para penentu organisasi (stakeholder), para pelanggan, warga negara
dan masyarakat secara keseluruhan.
b. The Managerial Agenda ditujukan
untuk membangun struktur-struktur kerjasama dan jaringan kerja yang tepat,
memulai penggunaan-penggunaan teknologi dan sistem yang baru dan memiliki
keberanian menanggung resiko untuk mengalokasikan sumber-sumber daya untuk
mencapai hasil yang terbaik.
c. Behavioral Agenda, fokus agenda ini
adalah pada nilai dan etika, mengembangkan gaya kepemimpinan, sistem belajar,
peningkatan kompetensi dan keterampilan, memperkuat dan memberi penghargaan
terhadap prilaku yang sesuai dengan visi bersama.
Sebagai
deskripsi lainnya tentang profesionalisme guru, berikut penjelasan yang
disarikan dari “Pengembangan Profesionalisme Guru di Abad Pengetahuan” bahwa
dengan adanya persyaratan profesionalisme guru, perlu adanya paradigma baru
untuk melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad 21 yaitu
sebagai berikut:
a.
“Memiliki kepribadian yang matang
dan berkembang;
b.
Penguasaan ilmu yang kuat;
c.
Keterampilan untuk membangkitkan
peserta didik kepada sains dan teknologi; dan
Keempat
aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan
ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru
yang profesional.
Dimensi
lain dari pola pembinaan profesi guru yang perlu dikembangkan, adalah mencakup:
a.
Hubungan
erat antara perguruan tinggi dengan pembinaan SLTA;
b.
Meningkatkan
bentuk rekrutmen calon guru;
c.
Program
penataran yang dikaitkan dengan praktik lapangan;
d.
Meningkatkan
mutu pendidikan calon pendidik;
e.
Pelaksanaan
supervisi;
f.
Peningkatan
mutu manajemen pendidikan berdasarkan Total Quality Management (TQM);
g.
Melibatkan
peran serta masyarakat berdasarkan konsep linc and match; pemberdayaan buku
teks dan alat-alat pendidikan penunjang;
h.
Pengakuan
masyarakat terhadap profesi guru;
i.
Perlunya
pengukuhan program Akta Mengajar melalui peraturan perundangan; dan
j.
Kompetisi
profesional yang positif dengan pemberian kesejahteraan yang layak.
Apabila
syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu terpenuhi akan mengubah peran
guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis. Hal ini sejalan
dengan pendapat Semiawan bahwa
“Pemenuhan persyaratan guru
profesional akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang
verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan
lingkungan belajar yang invitation learning environment. Dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki multi fungsi yaitu sebagai
fasilitator, motivator, informator, komunikator, transformator, change agent,
inovator, konselor, evaluator, dan administrator.”[11]
Pengembangan
profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki
tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan
teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam
era hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu
melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang
berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-aspek
kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan.
Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi
muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap
eksis, baik sebagai individu maupun sebagai profesional.
B.
Kematangan
Sosial Guru
Kematangan
(maturity) adalah kesiapan jiwa seseorang dalam proses perkembangan ke arah
dewasa. Perkembangan kematangan sosial berarti kemampuan berperilaku yang
sesuai dengan tuntutan sosial. Perkembangan sosial terdapat tiga proses berbeda
dan saling berkaitan sehingga kegagalan dalam satu proses akan
menurunkansosialisasi individu. Proses tersebut adalah:
1. Belajar
berperilaku yang dapat diterima secara sosial
2. Memainkan
peran sosial yang dapat diterima
3. Perkembangan
sikap sosial
Menurut Hurlock perkembangan sosial ini dipengaruhi oleh “keadaan fisik, kecerdasan,
lingkungan, bimbingan orang tua, dan guru.”[12]
Kematangan
sosial merupakan suatu perkembangan perilaku sehingga seorang anak dapat
belajar secara utuh dan mandiri serta dapat mengekspresikan untuk meningkatkan
kemampuan agar lebih mandiri ketika dewasa. Kematangan sosial juga dapat
dilihat sebagai suatu indikator keberhasilan seorang anak dalam penyesuaian
diri dengan lingkungan sekitar, baik terhadap orang lain maupun benda disekitarnya.
Perilaku yang berkaitan dengan kematangan sosial seseorang adalah komunikasi,
keterampilan sehari-hari, sosialisasi dengan orang lain, dan kemampuan motoris
(Sparrow, 1985). Uraian diatas menunjukkan bahwa beberapa hal dapat
mempengaruhi kematangan sosial pada anak.
C.
Vokasional
Guru
Vokasional
adalah kemampuan dalam melakukan eksplorasi terhadap masalah pendidikan dan
pekerjaan, penilaian terhadap kemampuan diri yang dikaitkan dengan masalah
pekerjaan, perencanaan masalah pekerjaan, pengambilan keputusan dalam pemilihan
pekerjaan.
Pendidikan
vokasional merupakan penggabungan antara teori dan praktik secara seimbang
dengan orientasi pada kesiapan kerja lulusannya. Kurikulum dalam pendidikan
vokasional, terkonsentrasi pada sistem pembelajaran keahlian (apprenticeship of
learning) pada kejuruan-kejuruan khusus (specific trades). Kelebihan pendidikan
vokasional ini, antara lain, peserta didik secara langsung dapat mengembangkan
keahliannya disesuaikan dengan kebutuhan lapangan atau bidang tugas yang akan
dihadapinya.
Pendidikan
kecakapan hidup merupakan isu sentral dalam pelayanan pendidikan. Hal tersebut
merupakan jembatan penghubung antara penyiapan peserta didik di lembaga
pendidikan dengan masyarakat dan dunia kerja. Pembekalan kecakapan hidup secara
khusus menjadi muatan kurikulum dalam bentuk pelajaran keterampilan fungsional
dan kepribadian profesional. Disamping pembekalan kecakapan hidup melalui mata
pelajaran iptek dengan pendekatan tematik, induktif, dan berorientasi kebutuhan
masyarakat di wilayahnya.
Kecakapan
hidup adalah berbagai jenis keterampilan yang memampukan remaja-remaja menjadi
anggota masyarakat yang aktif, produktif dan tangguh. Departemen Pendidikan
Nasional mengkategorikan keterampilan-keterampilan ini menjadi empat kelompok
yaitu akademik, personal, sosial dan vokasional.
“Guru vokasional adalah guru yang
menjalani profesinya sebagai sebuah panggilan (calling) sehingga menjalani
tugasnya dengan penuh antusiasme, passion, komitmen, dan terus mengembangkan
diri serta profesinya.”[13]
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan paparan singkat makalah kami
ini maka dapat ditarik beberapa poin kesimpulan sebagai berikut :
1. Guru
di dalam proses belajar mengajar mempunyai peran untuk membantu supaya proses
belajar mengajar siswa bisa berjalan dengan lancar. Seorang guru dituntut agar
lebih memahami jalan pikiran dan cara pandang siswa. Guru haruslah profesional,
kreatif dan menyenangkan dengan mengambil posisi sebagai orang tua yang penuh
rasa sayang pada muridnya, teman sebagai tempat mengadu perasaan murid,
fasilitator yang siap untuk melayani murid sesuai dengan minat serta bakatnya.
2. Guru
profesional adalah guru yang memiliki tanggung jawab lebih memenuhi kualifikasi
undang-undang dan syarat kompetensi guru sesuai dengan regulasi yang berlaku.
3. Kematangan
sosial guru merupakan bentuk kesiapan seseorang menjadi
guru yang dipengaruhi berbagai aspek seperti lingkungan, kecerdasan, kondisi
fisik, bimbingan orang tua danlain-lain.
4. Kemampuan
vokasional guru adalah kemampuan mengeksplorasi masalah-masalah yang terjadi
dalam dunia pendidikan dan kemampuan melakukan penilaian terhadap kinerja diri.
5.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
2009. Kematangan Vokasional. http://san-dya.blogspot.com. Diakses pada
tanggal 9 November 2013.
Anonim,
2012a. Guru Berkarakter. http://sarijo.guru-indonesia.net. Diakses pada
tanggal 9 November 2013.
______,2012b. Karakteristik dan Kompetensi Guru. http://ciniruyusuf.blogspot.com. Diakses
pada tanggal 9 November 2013.
______,
2012c. Karakteristik Guru
Profesional. http://buahilmu23.blogspot.com. Diakses pada
tanggal 9 November 2013.
Fernanda,
Desi. 2003. Etika Organisasi Pemerintah. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Republik
Indonesia.
Hurlock,
E. 1994. Psikologi Perkembangan:Suatu
Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
M.
Hasan, Ani. 2003. Pengembangan
profesionalisme guru di abad pengetahuan.
Diakses dari http://researchengine.com pada tanggal 9 November 2013
Mulyasa,
E. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Semiawan,
C.R. 1991. Mencari Strategi Pengembangan
Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI. Jakarta: Grasindo.
Syah,
Muhibbin. 2001. Psikologi belajar.
Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu.
Tags
MAKALAH IPS