BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang Masalah
Penanaman
sikap atau sikap mental yang baik melalui pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS),
tidak dapat dilepaskan dari mengajarkan nilai dan sistem nilai yang berlaku di
masyarakat. Dengan kata lain, strategi pengajaran nilai dan sistem nilai pada
IPS bertujuan untuk membina dan mengembangkan sikap mental yang baik. Materi
dan pokok bahasan pada pengajaran IPS dengan menggunakan berbagai metode (multi
metode), digunakan untuk membina penghayatan, kesadaran, dan pemilikan
nilai-nilai yang baik pada diri siswa. Dengan terbinanya nilai-nilai secara
baik dan terarah pada mereka, sikap mentalnya juga akan menjadi positif
terhadap rangsangan dari lingkungannya, sehingga tingkah laku dan tindakannya
tidak menyimpang dari nilai-nilai yang luhur. Dengan demikian tingkah laku dan
tindakannya tadi selalu akan dilandasi oleh tanggung jawab terhadap dirinya
sendiri dan terhadap lingkungannya. Penanaman nilai dan sikap pada pengajaran
IPS hendaknya dipersiapkan dan dirancang berkesinambungan dengan penekanan pada
setiap tingkat yang berbeda. Semakin tinggi jenjangnya semakin besar unsur
pemahaman dan pertanggungjawabannya.
Tujuan
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar adalah untuk
mempersiapkan para siswa menjadi warga negara yang baik serta mengembangkan
kemampuan menggunakan penalaran dalam pengambilan keputusan setiap persoalan
yang dihadapi siswa. Oleh karena itu nilai-nilai yang ditanamkan kepada siswa
merupakan nilai-nilai yang pokok dan mendasar bagi kehidupan manusia.
Pembelajaran
IPS di Sekolah Dasar dimulai dengan pengenalan diri (self), kemudian keluarga,
tetangga, lingkungan RT, RW, kelurahan/desa, kecamatan, kota/kabupaten,
propinsi, negara-negara tetangga, kemudian dunia. Anak bukanlah sehelai
kertas putih yang menunggu untuk ditulisi, atau replika orang dewasa
dalam format kecil yang dapat dimanipulasi sebagai tenaga buruh yang murah,
melainkan, anak adalah entitas yang unik, yang memiliki berbagai potensi yang
masih latent dan memerlukan proses serta sentuhan-sentuhan tertentu dalam
perkembangannya. Mereka yang memulai dari egosentrisme dirinya kemudian
belajar, akan menjadi berkembang dengan kesadaran akan ruang dan waktu yang
semakin meluas, dan mencoba serta berusaha melakukan aktivitas yang berbentuk
intervensi dalam dunianya.
Persoalan
yang dihadapi adalah pengajaran IPS dilaksanakan dalam waktu yang terbatas,
sehingga tidak mungkin dapat memperkenalkan seluruh nilai- nilai kehidupan
manusia kepada siswa. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk merancang,
memilih dan menggunakan strategi serta metode pembelajaran yang tepat sehingga
proses belajar mengajar yang dilaksanakan dapat berlangsung sesuai dengan
tujuan pengajaran.
Proses
belajar mengajar dalam penyelenggaraan dan pelaksanaannya melibatkan dua unsur
yang saling berkaitan yaitu guru dan siswa. Guru merupakan unsur yang penting
di dalam proses tersebut karena guru menciptakan interaksi belajar mengajar
yang kondusif. Dengan demikian seorang guru tidak hanya perlu memahami
ciri-ciri interaksi belajar mengajar tetapi juga harus mempunyai kompetensi
disamping faktor-faktor lainnya seperti lingkungan, keluarga, fasilitas dan minat siswa itu
sendiri (Djamarah, 1994).
Apabila
faktor-faktor tersebut di atas dapat berlangsung dengan baik, maka pendidikan
yang dilaksanakan di sekolah dapat berjalan dengan baik, demikian pula halnya
dengan kualitas atau prestasi siswa.
Dalam
upaya meningkatkan prestasi belajar siswa guru dituntut mampu mengembangkan
model yang tepat dalam mengajar IPS. Sehingga interaksi antara guru dengan
siswa serta interaksi antar siswa dalam mengkomunikasikan, memahami dan
menguasai suatu materi pokok dapat tercipta secara kondusif sehingga tujuan
pengajaran dapat dicapai.
Dari
uraian di atas, penulis bermaksud untuk melakukan penelitian pustaka tentang “Model Pembelajaran STAD pada Pelajaran IPS di SDN No.
51/IX Setiris.”
1.2.
Rumusan
Masalah
Bertitik
tolak dari uraian latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini
adalah “Bagaimana Model
Pembelajaran STAD pada Pelajaran IPS di SDN No. 51/IX Setiris yang
tepat ?”
1.3.
Tujuan
Penelitian
Tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui metode pembelajaran
IPS di sekolah dasar dalam upaya mengantisipasi keterbatasan waktu pengajaran.
1.4.
Manfaat
Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari
peneilitian ini adalah :
1) Bagi
Guru
Dengan dilaksanakannya
penelitian ini, guru diharapkan memperoleh informasi serta mengetahui strategi
dan metode pengajaran yang bervariasi sehingga dapat meningkatkan serta
memperbaiki sistim pembelajaran di kelas dan mampu menyelesaikan setiap
permasalahan yang timbul dalam proses belajar mengajar.
2) Bagi
Siswa
Hasil
penelitian ini diharapkan memberikan dampak positif terhadap pembinaan dalam
rangka meningkatkan mutu sekolah melalui keterlibatan penuh dalam proses
belajar mengajar.
3) Bagi
Sekolah
Hasil penelitian ini
akan memberikan sumbangan pada sekolah dalam rangka perbaikan model dan sistim
pembelajaran bidang studi Matematika serta bidang studi lainnya.
1.5.
Metode Penulisan
Makalah ini
ditulis berdasarkan studi literatur.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Deskripsi
Teoritis
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) di SD harus memperhatikan kebutuhan anak yang berusia antara 6-12 tahun.
Anak dalam kelompok usia tersebut berada dalam
perkembangan kemampuan intelektual/kognitifnya pada tingkatan kongkrit
operasional. Mereka memandang dunia dalam keseluruhan yang utuh, dan menganggap
tahun yang akan datang sebagai waktu
yang masih jauh. Yang mereka pedulikan adalah sekarang (kongkrit), dan bukan
masa depan yang belum mereka pahami (abstrak). Padahal bahan materi IPS
penuh dengan pesan-pesan yang bersifat abstrak. Konsep-konsep seperti waktu,
perubahan, kesinambungan (continuity), arah mata angin, lingkungan, ritual,
akulturasi, kekuasaan, demokrasi, nilai, peranan, permintaan, atau kelangkaan
adalah konsep-konsep abstrak yang dalam program studi IPS harus dibelajarkan
kepada siswa SD.
Berbagai cara dan teknik pembelajaran dikaji
untuk memungkinkan konsep-konsep abstrak itu dipahami anak. Bruner (1978) dalam Muhammad (2009) memberikan
pemecahan berbentuk jembatan bailey untuk mengkongkritkan yang abstrak itu
dengan enactive, iconic, dan symbolic melalui percontohan dengan gerak tubuh,
gambar, bagan, peta, grafik, lambang, keterangan lanjut, atau elaborasi dalam
kata-kata yang dapat dipahami siswa. Itulah sebabnya IPS SD bergerak dari yang
kongkrit ke yang abstrak dengan mengikuti pola pendekatan lingkungan yang
semakin meluas (expanding environment approach) dan pendekatan spiral dengan
memulai dari yang mudah kepada yang sukar, dari yang sempit menjadi lebih luas,
dari yang dekat ke yang jauh, dan seterusnya : dunia-negara
tetangga-negara-propinsi-kota/kabupaten-kecamatan-kelurahan/desa-RT/RW-tetangga-keluarga-Aku.
Pendidikan IPS SD disajikan dalam bentuk
synthetic science, karena basis dari disiplin ini terletak pada fenomena yang
telah diobservasi di dunia nyata. Konsep, generalisasi, dan temuan-temuan
penelitian dari synthetic science ditentukan setelah fakta terjadi atau
diobservasi, dan tidak sebelumnya, walaupun diungkapkan secara filosofis. Para
peneliti menggunakan logika, analisis, dan keterampilan (skills) lainnya untuk
melakukan inkuiri terhadap fenomena secara sistematik. Agar diterima, hasil
temuan dan prosedur inkuiri harus diakui secara public (Welton and
Mallan, 1988 : 66-67 dalam Muhammad 2009).
IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang
diberikan di SD yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan
generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Memuat materi geografi,
sejarah, sosiologi, dan ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, anak diarahkan
untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, bertanggung jawab,
serta warga dunia yang cinta amai.
Mata pelajaran IPS bertujuan agar anak didik memiliki
kemampuan sbb:
a.
Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan
kehidupan masyarakat dan lingkungannya
b.
Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir
logis dan kritis,rasa ingin tahu,inkuiri, memecahkan masalah, dan keteramplan
dalam kehidupan sosial
c.
Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap
nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
d.
Memiliki kemampuan berkomonikasi,
bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang mejemuk, ditingkat
lokal,nasional, dan global
Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut
:
a.
Manusia, tempat, dan lingkungan
b.
Waktu, keberlanjutan, dan perubahan
c.
Sistem sosial dan budaya
d.
Perilaku ekonomi dan kesejahteraan
Secara gradual, di bawah ini akan
diungkapkan beberapa tema IPS SD yang perlu mendapat perhatian kita bersama,
antara lain :
a.
IPS SD sebagai Pendidikan Nilai (value
education), yakni : Mendidikkan nilai-nilai yang baik yang merupakan
norma-norma keluarga dan masyarakat; Memberikan klarifikasi nilai-nilai yang
sudah dimiliki siswa; Nilai-nilai inti/utama (core values) seperti menghormati
hak-hak perorangan, kesetaraan, etos kerja, dan martabat manusia (the dignity
of man and work) sebagai upaya membangun kelas yang demokratis.
b.
IPS SD sebagai Pendidikan Multikultural
(multicultural _ocial_on), yakni Mendidik siswa bahwa perbedaan itu
wajar; Menghormati perbedaan etnik, budaya, agama, yang menjadikan kekayaan
budaya bangsa; Persamaan dan keadilan dalam perlakuan terhadap kelompok etnik
atau minoritas.
c.
IPS SD sebagai Pendidikan Global (global
education), yakni : Mendidik siswa akan kebhinekaan bangsa, budaya, dan
peradaban di dunia; Menanamkan kesadaran ketergantungan antar bangsa;
Menanamkan kesadaran semakin terbukanya komunikasi dan transportasi antar
bangsa di dunia; Mengurangi kemiskinan, kebodohan dan perusakan lingkungan.
2.2. Deskripsi Empiris
Beberapa persoalan
yang dihadapi oleh tenaga pendidik (guru) dalam mengajar IPS di sekolah dasar
adalah :
a)
Terbatasnya waktu yang dialokasikan
untuk mata pelajaran IPS
b)
Terbatasnya alat bantu mengajar yang
dimiliki sekolah, sehingga proses pembelajaran berjalan secara monoton
c)
Beragamnya tingkat kecerdasan siswa,
d)
Kecenderungan guru untuk mengharuskan
siswa menghafal materi pelajaran IPS (bukan mengembangkan informasi yang
diajarkan)
e)
Kecenderungan siswa dijadikan objek
pembelajaran sehingga mereka tidak aktif dalam belajar
Persoalan-persoalan
tersebut mengakibatkan siswa tidak mampu memahami tujuan dari pembelajaran IPS,
baik dari sisi hal ini dapat dilihat dari masih rendahnya nilai yang diperoleh
siswa pada setiap pelaksanaan evaluasi, baik ulangan harian maupun ujian
semester.
2.3. Gagasan Perbaikan
Mata pelajaran IPS disusun secara
sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan
tersebut diharapkan anak akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam
pada bidang ilmu yang berkaitan.
Sesuai dengan karakteristik anak dan IPS SD,
maka metode ekspositori akan menyebabkan siswa bersikap pasif, dan menurunkan
derajat IPS menjadi pelajaran hafalan yang membosankan. Guru yang bersikap
memonopoli peran sebagai sumber informasi, selayaknya meningkatkan kinerjanya
dengan metode pembelajaran yang bervariasi, seperti menyajikan cooperative
learning model; role playing, jigsaw, membaca sajak, buku (novel), atau surat
kabar/majalah/jurnal agar siswa diikutsertakan dalam aktivitas akademik.
Menerapkan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM)
yang memungkinkan anak mengerjakan kegiatan yang beragam untuk mengembangakan
ketrampilan, sikap dan pemahaman dengan penekanan belajar sambil bekerja,
sementara guru menggunakan berbagai sember dan alat Bantu belajar termasuk
pemnfaatan lingkungan supaya pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan
efektif. Tentu saja guru harus menimba ilmunya dan melatih keterampilannya,
agar ia mampu menyajikan pembelajaran IPS SD dengan menarik.
a.
Pengertian Belajar
Belajar merupakan kegiatan/proses perubahan yang dialami oleh individu
sebagai hasil dari interaksinya dengan lingkungan. Interaksi tersebut dilakukan
dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental dan spiritualnya. Perubahan
yang dimaksud terdiri dari aspek pengetahuan, tingkah laku dan keterampilan.
Menurut Djamarah
(2002), Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi
dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor. Dengan
kata lain, individu yang belajar akan mengalami perubahan tentang pengetahuan,
perasaan, mental dan psikologisnya.
Sudjana (2000),
menyatakan bahwa “..., Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya
perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat
ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti berubah pengetahuannya,
pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan
kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada
pada individu, ...”
Umumnya individu
yang sering belajar akan sangat reaktif terhadap situasi yang ada disekitarnya,
berbuat sesuatu berdasarkan pengalamannya dan akan termotivasi untuk melihat,
mangamati dan memahami sesuatu yang baru yang ada di lingkungannya. Dengan
demikian, individu yang belajar akan mengalami perubahan baik pengetahuan,
tingkah laku, pemahaman dan psikologisnya ke arah yang lebih baik.
Winataputra
(1993) mengemukakan, ciri khas belajar adalah suatu proses menyempurnakan
tingkah laku dalam bentuk penguasaan, penggunaan dan penilaian terhadap sikap
nilai, pengetahuan dan kecakapan peserta didik. Sedangkan mengajar merupakan
segala upaya yang sengaja dilakukan dalam rangka memberikan kemungkinan peserta
didik agar dapat belajar. Dengan demikian belajar merupakan suatu proses bukan
suatu tujuan yang ingin dicapai.
b. Belajar
Berkelompok
Slavin
1997 dalam Amin
Saib dkk 2010 pembelajaran
kooperatif merupakan model pembelajaran dengan siswa bekerja dalam kelompok
yang memiliki kemampuan heterogen. Suryosubroto (2000) menyebutkan, belajar
kelompok dibentuk dengan harapan para siswa dapat berpartisipasi secara aktif
dalam pembelajaran.
Menurut Edwar (1989) kelompok yang
terdiri dari empat orang terbukti sangat efektif, sedangkan Sudjana (1989)
mengemukakan, beberapa siswa dihimpun dalam satu kelompok dapat terdiri dari 4
– 6 orang siswa.
Dari pendapat di atas dapat
dikemukakan bahwa belajar berkelompok dapat membuat siswa aktif dan bertanggung
jawab dengan tugas yang diberikan guru. Siswa bisa saling membantu dalam
menyelesaikan tugas tanpa membedakan jenis kelamin dan tidak membedakan
kemampuan masing-masing.
c. Model
Pembelajaran STAD
Student Team Achievement Division
(STAD) adalah salah satu model pembelajaran berkelompok dimana kelompok yang
dibentuk terdiri dari beberapa orang siswa dengan latar belakang berbeda (heterogen).
Pada model pembelajaran ini, siswa akan saling membantu, berbagi tugas dan
berupaya untuk saling melengkapi informasi dalam memahami materi yang akan
dibahas. Diharapkan dengan penerapan
metode STAD ini siswa akan mengerjakan sesuatu
bersama-sama dan saling membantu satu dengan lainnya sebagai satu tim untuk
mencapai tujuan secara bersama-sama pula.
d.
Kelebihan
dan Kelemahan Model STAD
Sebagai suatu model pembelajaran,
model STAD juga memiliki kelebihan dan kelemahan dalam pelaksaannya.
1)
Kelebihan Model STAD
a.
Siswa saling membantu
dan bekerjasama dalam belajar
b.
Siswa tidak merasa
canggung ataupun malu dikelompokkan secara heterogen
c.
Memupuk rasa keberanian
dan Tanggung Jawab
d.
Dalam kelompok, semua
siswa aktif dan kreatif untuk mendapatkan hasil yang memuaskan.
2)
Kelemahan Model STAD
a.
Kurangnya waktu untuk
bisa menyelesaikan tugas
b.
Siswa selalu minta
bantuan apabila tidak bisa menyelesaikan tugas
c.
Keaktifan siswa kurang
d.
Siswa hanya
bermain-main saja dalam kerja kelompok
e. Langkah-Langkah
Pembelajaran dengan Model STAD
1) Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan ada
beberapa hal yang diperhatikan, yaitu :
a.
Tahap Penyajian Materi
Guru
memulai dengan menyampaikan indikator yang ingin dicapai.
b.
Tahap Kerja Kelompok
Siswa
diberi lembaran tugas sebagai bahan yang akan dipelajari dalam kerja kelompok.
c.
Tahap Tes Individu
Tahapan tes dilakukan
untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam memahami materi yang telah
dipelajari.
d.
Tahap Perhitungan Skor
Perkembangan Individu
Tahapan ini dilakukan
untuk mengetahui skor keberhasilan masing-masing siswa dan dihitung berdasarkan
hasil evaluasi belajar per semester.
2) Tahap Pelaksanaan
a. Langkah Pembukaan
×
Guru mengatur tempat
duduk kelompok yang telah ditentukan anggotanya
×
Guru mengemukakan apa
yang harus dicapai oleh tiap siswa
×
Guru menjelaskan tugas
yang harus dikerjakan oleh siswa secara berkelompok.
b. Langkah Pelaksanaan Model STAD
×
Guru membuka pelajaran
yang merangsang siswa untuk berpikir
×
Menciptakan suasana
yang menyenangkan
×
Memberi kesempatan pada
tiap siswa untuk bertanya
3) Tahap Penutup Model STAD
Model
Pembelajaran STAD dilakukan secara berkelompok, dengan pemberian tugas-tugas
tertentu yang ada kaitannya dengan pembelajaran yang berlangsung dan meyakinkan
siswa untuk memahami proses belajar, dengan harapan akan diperoleh peningkatan
hasil belajar siswa dan kelompok.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Kesimpulan yang
dapat diambil dari uraian makalah ini adalah :
1)
Perlu dilakukan
penerapan metode pembelajaran yang tepat dalam proses belajar mengajar IPS di
sekolah dasar, sebagai upaya mengantisipasi problem dalam pengajaran IPS.
2)
Salah satu
metode yang dapat digunakan adalah metode belajar berkelompok yaitu Student
Team Achievement Division (STAD)
3.2.
Saran
Saran yang ingin disampaikan dalam makalah ini adalah
:
1)
Perlu dilakukan
penelitian mendalam tentang pemilihan metode pembelajaran IPS di sekolah dasar
2)
Apabila proses
pembelajaran IPS menggunakan metode STAD, sebaiknya guru benar-benar
mempersiapkan dan mengoperasionalkan proses belajar sesuai dengan standar yang
diberlakukan dalam penggunaan metode STAD
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Azis, 2009, Problematika Pembelajaran IPS SD. http://www.ilmiah-
tesis.com/2009/10/pengaruh-strategi-pembelajaran.html
Djamarah
S.B. 1994. Prestasi Belajar dan
Kompetensi Guru. Usaha Nasional. Surabaya
Djamarah
S.B. 2002. Psikologi Belajar. Rineka Cipta. Jakarta.
Muhammad,
2009. Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar,
http://azisgr.
blogspot.com/2009/05/problematika-pembelajaran-ips-sd.html
Sudjana,
N. 2000. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Sinar Baru. Bandung.
Suryosubroto,
S. 1997. Proses Belajar Mengajar di
Sekolah. Rineka Cipta Bandung
Winataputra,
U. S. 1993. Proses Belajar Mengajar yang
Efektif. PT. Bina Karya. Jakarta
Tags
MAKALAH IPS