PERLINDUNGAN HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN
BERMOTOR
Abstrak
Masyarakat yang terdesak kebutuhan ingin segera
memiliki kendaraan bermotor dan tidak memiliki dana untuk membeli secara tunai
maka saat ini dapat dilakukan hutang atau kredit. Pada saat ini motor merupakan
kebutuhan sekunder bagi masyarakat Indonesia bahkan sudah dapat dibilang
kebutuhan primer, tetapi banyak masyarakat yang tidak mengetahui dampak buruk
dari kemudahan kredit. Saat ini banyak kredit yang tidak membutuhkan uang hanya
fotokopi KTP atau KK (Kartu Keluarga). Perjanjian sewa beli meliputi dua tahap
perbuatan hukum, yaitu tahap pertama penyewaan dan tahap kedua pembelian benda.
Pada tahap penyewaan benda, penyewa dengan membayar sewa yang telah disepakati
secara angsuran menerima benda untuk dinikmati. Pembatasan tanggung jawab ini
disebut pula dengan eksenorasi. Akibat wanprestasi dalam perjanjian sewa beli
sangat merugikan bagi konsumen. Jika konsumen melakukan wanprestasi maka barang
akan ditarik kembali oleh pelaku usaha. Selain itu konsumen dapat dituntut
untuk membayar uang denda sebagai akibat keterlambatan membayar uang sewa
bulanan, dang anti rugi sebagaimana dalam perjanjian pada umumnya. oleh seba
itu sangat dibutuhkan perlindungan konsumen pemilik kendaraan bermotor yang
diperoleh melalui perjanjian kredit mutlak dilakukan.
PENDAHULUAN
Persaingan yang semakin ketat
diantara para agen tunggal pemegang merek (ATPM) dalam industry kendaraan
bermotor (para produsen),mendorong semakin terciptanya kondisi untuk
mempermudah pemilikan kendaraan. Oleh karena itu banyak iklan yang sangat
merayu konsumen bermunculan, seperti cicilan/angsuran kredit ringan, tanpa uang
muka, biaya administrasi ringan sampai bungan nol persen. Pembelian kendaraan
dilakukan secara tunai dengan pihak penyuplai, sementara konsumen cukup
membayar uang muka yang besarnya bervariasi, sesuai dengan keinginan. Kemudiaan
harga tunai kendaraan dikurangi uang muka yang dibayarkan menjadi hutang pokok.
Hutang pokok berikutnya bunganya harus dilunasi secara angsuran dalam jangka
waktu yang telah disepakati.
Sekilas cara ini memang dirasakan mudah, karena tidak perlu membayar lunas,
kendaraan sudah bisa dipakai kemana-mana. Tetapi sebenarnya secara hukum
konsumen belum menjadi pemilik kendaraan, karena kendaraan tersebut masih
dimiliki perusahaan pembiayaan. Konsumen hanyalah sebagai penyewa, sebab
kendaraan baru menjadi milik konsumen bila semua angsuran sudah dilunasi.
Berdasarkan pada apa yang dibahas bagaimanakah perlindungan hukum dalam
pejanjian kredit bermotor.
BAB I
PERJANJIAN KREDIT
Kata kredit berasal dari
bahasa Romawi “credere” artinya percaya. Kepercayaan ini merupakan dasar dari
setiap perikatan, yaitu seseorang berhak menuntun sesuatu dari orang lain.
Elemen dari kredit adalah adanya dua pihak, kesepakatan pinjam-meminjam,
kepercayaan, prestasi imbalan dan jangka waktu tertentu. Berdasarkan definisi
tersebut jenis kredit dibagi sebagai berikut :
1. Kredit berupa uang, yang
dikemudian hari dikembalikan dalam bentuk uang.
2. Kredit berupa uang, yang
kemudian hari dikembalikan dalam bentuk barang.
3. Kredit dalam bentuk barang
yang kemudian hari dikembalikan dalam bentuk uang.
4. Kredit dalam bentuk barang
yang kemudian hari dikembalikan dalam bentuk uang.
Apabila memperhatikan jenis kredit tersebut diatas,
maka muncul 2 kelompok perjanjian
kredit
Yaitu :
1. Perjanjian kredit uang,
contohnya pada perjanjian kredit perbankan.
2. Perjanjian kredit barang,
contohnya perjanjian sewa beli.
Menurut Wiryono Projodikoro perjanjian sewa beli pada
pokoknya adalah persetujuan sewa menyewa barang tidak menjadi pemilik melainkan
memakai belaka, baru kalau semua uang sewa telah dibayar berjumlah sama dengan
harga pembelian si penyewa beralih menjadi pembeli barang yaitu barangnya
menjadi miliknya.
Melihat definisi yang dikemukan oleh para sarjana ini, tampak bahwa hak milik
baru berpindah kepada si pembeli setelah angsuran terakhir dibayar lunas.
Apabila angsuran terakhit belum lunas, maka si pembeli masih berstatus sebagai
penyewa. Oleh karena itu maka dia belum berhak untuk memindahkan benda tersebut
kepada orang lain.
Menurut pasal 1 SK Menteri tersebut perjanjian sewa beli adalah perbuatn saling
mengikatkan diri antara para pihak yang berupa penyerahan benda dan pembayaran
harga secara angsuran. Perjanjian sewa beli didasari oleh persetujuan atau
kesepakatan antara pihak produsen dan cara pembayarannya. Apa yang dikehendaki
oleh konsumen.
Kemudian agar perjanjian sewa beli sah maka harus memenuhi syarat sahnya
perjanjian seperti yang ditentukan dalam pasal 1320 KUHP perdata yaitu :
a. Mereka sepakat untuk
mengikatkan diri
b. Cakap untuk membuat suatu
perikatan
c. Suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal.
Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri adalah asas
esensial dari hukum perjanjian, asas ini adalah asas yang menentukan adanya perjanjian.
Disamping itu asas konsesualisme ini mengandung artinya adanya kemauan tersebut
membangkitkan diri, dan kemauan tersebut membangkitkan kepercayaan bahwa
perjanjian itu dipenuhi.
Sedangkan menurut undang-undang No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen,
pengertian dari perlindungan konsumen tampaknya diartikan dengan cukup luas,
yang terwujud dalam perkataan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen”.
Jonh F Kennedy mengemukakan hak dasar konsumen yaitu :
1. Hak untuk mendapatkan keamanan
(the right to safety)
2. Hak untuk mendapatkan
informasi (the right to be informed)
3. Hak untuk memilih (the right
to choose)
4. Hak untuk didengar (the right
to be heard)
Empat hak dasar ini diakui secara internasional.
Hak-hak konsumen seperti yang terdapat dalam pasal 4 Undang-undang No.8 Tahun
1999 tentang perlindungan konsumen (UUPK) adalah :
a. Hak atas kenyamanan, keamanan
dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa.
b. Hak untuk memilih barang dan
atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai
tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c. Hak untuk mendapatkan advokasi
perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara
patut.
d. Hak untuk didengar pendapatnya
dan keluhanya atas barang dan/atau jasa yang dipergunakan.
e. Hak untuk mendapatkan advokasi
perlindungan konsumen secara patut.
f. Hak untuk mendapatkan dan
pendidikan konsumen.
g. Hak untuk diperlakukan atau
dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
h. Hak untuk mendapatkan
konpensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang
diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya ;
i.
Hak-hak yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Dari Sembilan butir hak
konsumen yang diberikan diatas, terlihat bahwa masalah kenyamanan keamanan dan
keselamatan konsumen merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam
perlindungan konsumen. Barang dan/atau jasa yang penggunaannya tidak memberikan
kenyamanan, terlebih lagi yang tidak aman atau membahayakan keselamatan
konsumen jelas tidak layak untuk diedarkan dalam masyarakat. Jika terdapat
penyimpangan yang merugikan, konsumen berhak untuk didengar, memperoleh
advokasi, pembinaan, perlakuan yang adil, kompensasi sampai ganti rugi. Selain
memperoleh hak tersebut, sebagai balance konsumen juga mempunyai kewajiban seperti
yang diatur dalam pasal 5 UUPK sebagai berikut :
a. Membaca atau mengikuti
petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemnafaatan barang dan/atau
jasa, demi keamanan dan keselamatan.
b. Beritikad baik dalam melakukan
transaksi pembelian barang dan atau jasa;
c. Membayar sesuai dengan nilai
tukar yang disepakati;
d. Mengikuti upaya penyelesaian
hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Kemudian untuk menciptakan keamanana berusaha bagi
para pelaku usaha dan sebagai keseim
Bangan atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen,
kepada para pelaku usaha diberikan hak, seperti yang diatur dalam pasal 6 UUPK
:
a. Menerima pembayaran yang
sesuai dengan kesepaktan mengenai kondisi dan niali tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
b. Mendapatkan perlindungan hukum
dari tindakan konsumen yang beritikad baik
c. Melakukan pembalaan diri
sepatutnya di dalam penyelesain hukum sengketa konsumen.
d. Rehabilitasi nama baik apabila
tidak terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan pleh
barang/jasa yang diperdagangkan.
e. Hak yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangann lainya.
Selanjutnya sebagai konsekuensi dari hak konsumen,
maka kepada pealku usaha dibebankan pula kewajiban-kewajiban seperti yang
diatur dalam pasal 7 UUPK sebagai berikut :
a) Beritikad baik dalam melakukan
kegiatan usahanya
b) Memberikan informasi yang
benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa, serta
memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan.
c) Memperlakukan atau melayani
konsumen secara benar,jujur,serat tidak diskriminatif.
d) Menjamin mutu barang atau jasa
yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang atau
jasa yang berlaku.
e) Member kesempatan kepada
konsumen untuk menguji atau mencoba barang atau jasa tertentu serta member
jaminan atau garansi atas barang yang dibuat atau diperdagangkan.
f) Memberi kompensasi, ganti rugi
atau pengganti atas kerugiaan akibat penggunaa,pemakaian,dan pemanfaatan
barang/jasa yang diperdagangkan
g) Memberi kompensasi, ganti rugi
atau pengganti apabila barang/jasa yang diterima/dimanfaatkan tidak sesuai
perjanjian.
BAB II
PERJANJIAN SEWA BELI DAN PERLINDUNGAN HUKUMNYA
Dalam perjanjian sewa beli
kendaraan bermotor apabila semua ketentuan dalam perjanjian tersebut
dilaksanakan oleh kedua belah pihak dengan baik sesuai yang telah
diperjanjikan, maka perjanjian tidak mengalami persoalan. Sebaliknya apabila
ada satu pihak tidak memnuhi persyaratan seperti di atas dibahas maka akan
terjadi masalah.
Apabila
terjadi kemacetan pembayaran angsuran maka pelaku usaha akan melakukan tindakan
sebagai berikut:
1) Membuat surat peringatan tentang
keterlambatan pembayaran angsuran sebanyak 3 kali.
2) Membuat surat penarikan
kendaraan bermotor, dan secepatnya barang tersebut diserahkan, sesuai dengan
perjanjian yang menyatakan apabila 3 kali berturut-turut tidak membayra
angsuran.
3) Setelah kendaraan diserahkan,
maka pihak pelaku usaha akan menjual kendaraan tersebut secara bebas, dan hasil
penjualannya untuk melunasi sisa angsuran. Apabila hasil penjualan kendaraan
setelah dikurangi sisa angsuran ternyata masih sisa maka diberikan konsumen,
sebaliknya apabila ternyata kurang, maka konsumen harus membuat pernyataan
kesanggupan untuk membayar.
4) Apabila surat peringatan tidak
diperindahkan oleh konsumen maka pelaku usaha minta pertolongan polisi agar
membuat surat perintah secara paksa dan memprosesnya secara hukum.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa akibat
wanprestasti dalam perjanjian sewa beli sangat merugikan bagi konsumen. Dalam
perjanjian sewa beli kendaraan bermotor dikatakan jika konsumen melakukan
wanprestasi maka barang (kendaraan bermotor) akan ditarik kembali oleh pelaku
usaha, selain itu konsumen dapat dituntut untuk membayar uang denda sebagai
akibat keterlambatan membayar uang sewa bulanan, dan tidak ada tuntutan ganti
rugi sebagaimana dalam perjanjian pada umumnya. Maka konsumen dianjurkan untuk
bertanya kepada pelaku usaha, hal ini demi kejelasan, kalau perlu konsumen
dapat meminta kejelasan itu dalam perjanjian secara tertulis. Hal itu
semata-mata untuk kepentingan konsumen sendiri agar tidak menjumpai masalah dikemudian
hari.
PENUTUP
Pembelian kendaraan bermotor secara kredit memang sangat mudah tetapi
sebenarnya bagi konsumen ini sangat merugikan karena tidak seimbangnya
hak-kewajiban anatara konsumen dan produsen. Konsumen harus mengisi form yang
sudah disediakan produsen yang terpaksa harus konsumen setujui apabila
kreditnya diterima. Minimnya wawasan masyarakat tentang perjanjian sewa beli
dan perlindungan konsumen membuat masyarakat terjebak dalam hutang.
Sudah seharusnya pemerintah mengawasi setiap perjanjian kredit kendaraan
bermotor yang dibuat oleh pelaku usaha agar pelaku usaha tidak berlaku
sewenang-wenang terhadap konsumen.
OLEH:
ANGGRAENI ENDAH KUSUMANUNGRUM,
SH,MHum
Tags
PROPOSAL