I.I LATAR BELAKANG
Psikotropika adalah merupakan suatu zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Zat atau obat psikotropika ini dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan saraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya.
Pemakaian
Psikotropika yang berlangsung lama tanpa pengawasan dan pembatasan
pejabat kesehatan dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk, tidak saja
menyebabkan ketergantungan bahkan juga menimbulkan berbagai macam
penyakit serta kelainan fisik maupun psikis si pemakai, tidak jarang
bahkan menimbulkan kematian
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.2 LATAR BELAKANG
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 OBAT PSIKOTROPIKA BERBAHAYA
2.2 BAHAYA MINUMAN BERALKOHOL
BAB 3 PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
DAFTAR PUSAKA
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 OBAT PSIKOTROPIKA BERBAHAYA
Obat
yang mempengaruhi sistem saraf sangat banyak. Berdasarkan cara kerja
dan sifatnya obat yang mempengaruhi sistem saraf dapat dikelompokkkan
menjadi
- Obat yang mempengaruhi sistem saraf parasimpatik yang terdiri atas obat-obat kolinergik, antikolinergik dan antikolinesterase
- Obat yang mempengaruhi sistem saraf simpatik yang terdiri atas obat adrenergik dan antiadrenergik
- Obat anastetik dan analgesik
- obat antiepilepsi
Obat-obat Sistem Saraf Otonom
Secara
anatomi sususnan saraf otonom terdiri atas saraf praganglion, gangl;ion
dan pasca ganglion yang mempersarafi sel efektor. Serat eferen
persarafan otonom terbagi atas (Gambar-1) sistem persarafan simpatis dan
parasimpatis.
Sistem
saraf simpatis (Torakolumbal segmen susunan saraf otonom) disalurkan
melalui serat torakolumbal 1 sampai lumbal 3. Serat saraf eferennya
kemudian berjalan ke ganglion vertebral, pravertebral dan ganglia
terminal. Sistem persarafan parasimpatis (segmen kraniosakral susunan
saraf otonom) disalurkan melalui beberapa saraf kranial yaitu N III,
N.VII, N.IX, N.X dan serat saraf yang berasal dari sakral 3 dan 4.
Impuls saraf dari serat saraf yang satu ke serat saraf lain, ganglion dan sel efektor dapat diteruskan dengan 2 cara yaitu
1. Secara listrik (electrical synapse).
Impuls
saraf diteruskan dari neuron yang satu kelainnya melalui ion-ion yang
melintas bebas melewati saluran-saluran pada gap junction guna
meneruskan potensial aksi dari sel pra sinaps langsung menuju ke post
sinaps. Penerusan impuls saraf secara listrik ini jarang terdapat di SSP
mammalia tetapi ditemukan pada beberapa tempat di batang otak,retina
dan korteks serebrum
2. Secara kimiawi (chemical synapse)
Impuls diteruskan dari satu saraf kelainnya melalui suatu subtansi kimiawi
(neurotransmitter atau neuromodulator) yang dilepaskan dari sel pra-sinaps
menuju ke pasca sinaps untuk menghasilkan suatu aksi potensial. Penerusan
impuls saraf dari satu neuron ke neuron lainnya atau ke suatu daerah target
dengan cara kimiawi merupakan cara yang paling umum digunakan.
Penerusan impuls saraf dari dendrit sel saraf ke otot juga hanya dilakukan
secara kimiawi.
Satu sinaps kimiawi terdiri atas (Gambar-2) unsur prasinaps (umumnya suatu bouton sinaps) dan unsur pasca sinaps (suatu dendrit) dengan suatu celah sinaps ekstrasel yang
sempit di antara keduanya. Celah tersebut hanya selebar 20-30 nm dan
dapat mengandung filamen-filamen halus yang menjembatani bagian luar
membran pra-sinaps dan membran pasca sinaps.
Pada bagian pra-sinaps terdapat kumpulan gelembung berukuran 40-60 nm yang berisi substansianeurotransmitter. Bila timbulaksi potensial pada
ujung akson, gelembung sinaps menyatu dengan membran pra-sinaps pada
tempat pelepasan yang khusus, mengeluarkan isinya ke dalam celah
sinaps. Neurotransmiter
kemudian melewati membran pasca sinaps untuk berinteraksi dengan
molekul-molekul reseptor. Hal ini menyebabkan perubahan potensial
membran dari neuron pasca sinaps sehingga terjadi pemindahan impuls.
Beberapa neurotransmitteradalah
asetilkolin, norepinefrin, epinefrin, serotonin, enkefalin, endorphin,
gamma aminobutyric acid (GABA) dsbnya. Neurotransmiter ini disintesa dan
dibungkus dalam vesikel-vesikel transpor di ujung akson/akson terminal,
tetapi beberapa neurotransmiter misalnya neurotransmitter golongan
peptida mungkin dihasilkan di badan sel saraf/soma. Neutransmiter yang
diproduksi di soma (diduga sangat sedikit) dibungkus dalam gelembung
sinaps, kemudian diangkut melalui mikrotubulus aksoplasma ke ujung
akson.
Salah
satu contoh sintesis dan pelepasan neurotransmitter yang akan di bahas
di bawah ini adalah proses sintesis dan penglepasan neurotransmitter
asetil kolin.
neurotransmitter asetil kolin
|
Aksi potensial atau impuls listrik saraf yang berjalan sepanjang akson akan tiba di ujung akson (terminal akson atau boutons terminaux). Rangsang listrik saraf ini akan membuka kanal ion kalsiumyang diikuti dengan masuknya kalsium ke dalam akson. Disamping itu pada saat yang bersamaan juga akan masuk kedalam akson ion natrium lewat pompa aktif natrium. Masuknya ion natrium ini akan membawa serta senyawaan kolin dan senyawaan asetat ke dalam akson lewat pompa natrium.
Senyawaan
asetat yang masuk lewat pompa natrium dan yang masuk ke akson lewat
transportasi aksonal anterograde tipe cepat akan diaktivasi (diubah
menjadi bentuk aktif) di dalam mitokondria menjadi asetil ko-ensim A (Asetil KoA).
Senyawaan kolin yang masuk lewat pompa natrium dan yang sampai ke akson
lewat transportasi aksonal tipe cepat akan diubah menjadi asetilkolin
dengan bantuan asetil ko-ensim A dan ensim kolin asetil transferase.
Asetilkolin yang sudah disintesa kemudian akan masuk ke dalam vesikel sinaps lewat proses endositosis.
Neurotransmiter akhirnya akan dibungkus oleh membran vesikel sinaps.
Membran vesikel sinaps ini dapat berasal dari membran vesikel sinaps
yang dipakai ulang kembali setelah melepaskan neurotransmitter melalui
proses internalisasi atau membran vesikel yang baru yang masuk ke ujung
akson lewat transportasi aksonal anterograde tipe cepat. Kedalam vesikel
ini juga akan dimasukkan ATP sebagai sumber energi dan zat-zat lain
seperti proteoglikan.
Vesikel sinaps lalu bergerak ke membran terminal akson (bouton terminaux) dan kemudian menyatu dengan membran tersebut. Proses pergerakan vesikel dan penyatuan vesikel dengan membran terminal akson ini di fasilitasi oleh ion kalsium yang masuk lewat kanal kalsium. Pada proses ini, protein synapsin I diduga juga turut berperan.
Neurotransmiter akhirnya akan dilepaskan ke dalam celah sinaps lewat proses eksositosis.
Asetilkolin kemudian akan berikatan dengan reseptor asetilkolin di
membran postsinaps (umumnya di dendrit). Ikatan antara asetilkolin
dengan reseptornya akan menimbulkan terjadinya depolarisasi (perubahan
muatan listrik) dan akhirnya menimbulkan impuls listrik saraf yang akan
berjalan merambat menuju ke badan sel saraf.
Perangsangan impuls listrik di postsinaps ini kemudian akan terhenti setelah ensim asetilkolin esterase memutuskan
ikatan asetilkolin dengan reseptornya. Asetilkolin akan dihidrolisa
menjadi senyawaan kolin dan asetat yang akan masuk kembali ke dalam
akson lewat pompa natrium, untuk digunakan kembali dalam sintesa
neurotransmitter. Membran vesikel sinaps juga akan dipergunakan kembali
untuk membuat vesikel yang baru melalui proses internalisasi.
Sistem
persarafan simpatis secara fisiologis bersifat fight or flight dan
teraktivasi manakala ada stress atau siaga, misalnya dalam suasana
ketakutan, ujian, berolahraga dan sebagainya. Sistem simpatis ditandai
oleh detak jantung yang meningkat, nafas yang cepat, peningkatan tekana
darah, pupil miosis dan sebagainya. Sistem persarafan simpatis secara
fisiologis bersifat fight or flight dan teraktivasi manakala ada stress
atau siaga, misalnya dalam suasana ketakutan, ujian, berolahraga dan
sebagainya. Terdapat 2 macam ensim yang berperan dalam metabolisme
(hidrolisis) noradrenalin yaitu COMT (Catechol-O-metiltransferase) yang
terdapat di cairan ekstraselular diseluruh jaringan termasuk otak
(kecuali otot rangka) dan MAO (monoaminooksidase) yang terdapat di
sitoplasma sel saraf. Noradrenalin (norepinefrin) merupakan katekolamin
yang menyebabkan eksitasi otot polos paling kuat sedangkan efek
inhibisinya lemah sekali. Epinefrin memperlihatkan efek inhibisi dan
eksitasi yang sama kuat. Berdasarkan hal ini Ahlquist (1948)
mengemukakan teori reseptor a dan b untuk
sel efektor adrenergik. Aktivasi alfa umumnya menimbulkan perangsangan
dengan akibat terjadinya kontraksi, sedangkan aktivasi reseptor beta
hanya dapat menimbulkan penghambatan, kecuali pada otot jantung yang
mempunyai reseptor beta.
Sistem
persarafan parasimpatis secara fisiologis bersifat relaks, misalnya
dalam keadaan relaks. Sistem parasimpatis ditandai oleh detak jantung
dan pernafasan yang normal, tekanan darah yang normal, pupil midriasis
dan sebagainya. Sistem persarafan parasimpatis terjadi pada keadaan
relaks, misalnya dalam suasana gembira, mengantuk, santai dan
sebagainya.
Uraian
tentang efek sistem saraf parasimpatis dan simpatis serta jenis
reseptor adrenergik tercantum dalam tabel. Obat-obat yang bekerja pada
persarafan otonom terbagi 2 yaitu obat-obat kolinergik dan adrenergik.
1. Obat yang mempengaruhi sistem saraf parasimpatik yang terdiri atas obat-obat kolinergik, antikolinergik dan antikolinesterase
Obat-obat kolinergik dan antikolinesterase
Obat otonom yang merangsang sel efektor yang dipersarafi serat dapat dibagi menjadi 3 yaitu
1. Ester
kolin dalam golongan ini termasuk asetilkolin, metakolin, karbakol,
beta karbakol. Indikasi obat kolinergik adalah iskemik perifer (penyakit
Reynauld, trombofleibitis), meteorismus, retensi urin, feokromositoma
2. antikolinesterase,
dalam golongan ini termasuk fsostigmin (eserin), prostigmin
(neostigmin) dan diisopropilfluorofosfat (DFP). Obat antikolinesterase
bekerja dengan menghambat kerja kolinesterase dan mengakibatkan suatu
keadaan yang mirip dengan perangsangan saraf kolinergik secara terus
menerus. Fisostigmin, prostigmin, piridostigmin menghambat secara
reversibel, sebaliknya DFP, gas perang (tabun, sarin) dan insektisida
organofosfat (paration, malation, tetraetilpirofosfat dan
oktametilpirofosfortetramid (OMPA) menghambat secara irreversibel.
Indikasi penggunaan obat ini adalah penyakit mata (glaukoma) biasanya
digunakan fisostigmin,penyakit saluran cerna (meningkatkanperistalsis
usus) basanya digunakan prostigmin, penyakit miastenia gravis biasanya
digunakan prostigmin.
3. Alkaloid
termasuk didalamnya muskarin, pilokarpin dan arekolin. Golongan obat
ini yang dipakai hanyalah pilokarpin sebagai obat tetes mata untuk
menimbulkan efek miosis.
Obat Antikolinergik
Obat
antikolinergik (dikenal juga sebagai obat antimuskatrinik,
parasimpatolitik, penghambat parasimpatis). Saat ini terdapat
antikolinergik yang digunakan untuk
(1). mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya antispasmodik
(2). Penggunaan lokal pada mata sebagai midriatikum
(3). Memperoleh efek sentral, misalnya untuk mengobati penyakit parkinson.
Contoh
obat-obat antikolinergik adalah atropin, skopolamin, ekstrak beladona,
oksifenonium bromida dan sebagainya. Indikasi penggunaan obat ini untuk
merangsang susunan saraf pusat (merangsang nafas, pusat vasomotor dan
sebagainya, antiparkinson), mata (midriasis dan sikloplegia), saluran
nafas (mengurangi sekret hidung, mulut, faring dan bronkus, sistem
kardiovaskular (meningkatkan frekuensi detak jantung, tak berpengaruh
terhadap tekanan darah), saluran cerna (menghambat peristaltik
usus/antispasmodik, menghambat sekresi liur dan menghambat sekresi asam
lambung)
Obat
antikolinergik sintetik dibuat dengan tujuan agar bekerja lebih
selektif dan mengurangi efek sistemik yang tidak menyenangkan. Beberapa
jenis obat antikolinergik misalnya homatropin metilbromida dipakai
sebagai antispasmodik, propantelin bromida dipakai untuk menghambat
ulkus peptikum, karamifen digunakan untuk penyakit parkinson.
2. Obat yang mempengaruhi sistem saraf simpatik yang terdiri atas obat adrenergik dan antiadrenergik.
Obat Adrenergik
Obat
ini disebut obat adrenergik karena efek yang ditimbulkannya mirip efek
neurotransmitter norepinefrin dan epinefrin (dikenal juga sebagai obat
noradrenergik dan adrenergik atau simpatik atau simpatomimetik). Kerja
obat adrenergik dibagi dalam 6 jenis yaitu:
1. perangsangan perifer terhadap otot polos pembuluh darahn kulit dan mukosa, kelenjar liur dan keringat
2. penghambatan perifer terhadap otot polos usus, bronkus, dan pembuluh darah otot rangka
3. perangsangan jantung dengan akibat peningkatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi
4. perangsangan SSP seperti peningkatan pernafasan, kewaspadaan, dan pengurangan nafsu makan
5. efek metabolik mislnya peningkatan glikogenolisisdi hati dan otot, lipolisis dan pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak
6. efek endokrin misalnya mempengaruhi sekresi insulin, renin dan hormon hipofisis.
Mekanisme kerja obat adrenergik adalah merangsang reseptor alfa (a) dan beta (b) pada sel efektor. Efek obat adrenergik dapat dilihat pada tabel-1 dibawah ini
Penggunaan klinis epinefrin adalah pada
1. Sistem
kardiovaskular: terjadinya vasokonstriksi (tekanan darah meningkat),
meningkatkan denyut jantung dan kekuatan kontraksi jantung
2. Susunan Saraf Pusat: terjadinya kegelisahan, rasa kuatir, nyeri kepala dan tremor.
3. Otot
polos : efeknya berbeda tergantung pada jenis reseptor yang terdapat
pada organ tersebut. Pada saluran cerna terjadi relaksasi otot polos
saluran cerna, pada uterus terjadi penghambatan tonus dan kontraksi
uterus, pada kandung kemih terjadi relaksasi otot detrusor kandung
kemih, pada pernafasan menimbulkan relaksasi otot polos bronkus.
4. Proses
metabolik: menstimulasi glikogenolisis di sel-sel hati dan otot rangka,
lipolisis dan pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak
5. lain-lain : menhambat sekresi kelenjar , menurunkan tekanan intraokular, mempercepat pembekuan darah
Efek samping epinefrin adalah perasaan takut, khawatir, gelisah, tegang, tremor, kepala berdenyut, palpitasi.
Obat-obat yang termasuk golongan adrenergik yaitu
- Golongan katekolamin : epineprin, norepinefrin, isoproterenol, dopamin, dobutamin dan sebagainya
- Golongan nonkatekolamin: amfetamin, metamfetamin, fenilpropanolamin, metaproterenol (orsiprenalin), terbutalin, efedrin dan sebagainya.
Obat Antiadrenergik
Penghambat
adrenergik atau adrenolitik ialah golongan obat yang menghambat
perangsangan adrenergik. Berdasarkan cara kerjanya obat ini dibedakan
menjadi
1. penghambat
adrenoseptor (adrenoseptor bloker) yaitu obat yang menduduki
adrenoseptor baik alfa (a) maupun beta (b) sehingga menghalanginya untuk
berinteraksi dengan obat adrenergik.
2. penghambat
saraf adrenergik yaitu obat yang mengurangi respons sel efektor
terhadap perangsangan saraf adrenergik. Obat ini bekerja dengan cara
menghambat sintesis, penyimpanan, dan pelepasan neurotransmitter. Obat
yang termasuk penghambat saraf adrenergik adalah guanetidinbetanidin,
guanadrel, bretilium, dan reserpin. Semua obat golongan ini umumnya
dipakai sebagai antihipertensi.
3. penghambat adrenergik sentral atau adrenolitik sentral yaitu obat yang menghambat perangsangan adrenergik di SSP.
Obat
yang termasuk alfa bloker adalah derivat haloalkilamin (dibenamid dan
fenoksibenzamin), derivat imidazolin (tolazolin, fentolamin), prazosin
dan alfa bloker lain misalnya derivat alkaloid ergot dan yohimbin.
Indikasi alfabloker adalah hipertensi, feokromositoma, fenomen Raynaud
dan syok.
Obat
yang termasuk beta bloker adalah isoproterenol, propanolol,
asetabutolol, timolol, atenolol, oksiprenolol dan sebagainya. Obat
betabloker digunakan untuk mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas
miokard, antihipertensi, bronkodilator, menghambat glikogenolisis di sel
hati dan otot rangka, menhambat lipolisis menghambat sekresi
renin. Efek samping betabloker adalah gagal jantung, bradiaritmia,
bronkospasm, ekstremitas dingin, memperberat gejala penyakit Reynaud dan
menyebabkan kambuhnya klaudikasio intermitten.
Obat
penghambat saraf adrenergik bekerja dengan cara menghambat sintesis,
penyimpanan, dan pelepasan neurotransmitter. Obat yang termasuk
penghambat saraf adrenergik adalah guanetidinbetanidin, guanadrel,
bretilium, dan reserpin. Semua obat golongan ini umumnya dipakai sebagai
antihipertensi.
Obat
penghambat adrenergik sentral atau adrenolitik sentral yaitu klonidin
dan metildopa yang dipakai sebagai obat antihipertensi.
3. Obat anastetik dan analgesik
A. Obat Anestetik
Istilah
anestetik dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak
ada rasa sakit. Anestetik dibedkan menjadi 2 kelompok yaitu
- Anestetik lokal yaitu penghilang rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran
- Anestetik umum yaitu penghilang rasa sakit yang disertai hilangnya kesadaran.
Sejak
dahulu sudah dikenal tindakan anestesi yang digunakan untuk mempermudah
tindakan operasi. Orang Mesir dahulu menggunakan narkotik, sedangkan
orang cina menggunakan Canabis indica dan pemukulan kepala dengan
tongkat untuk menghilangkan kesadaran. Hal ini tidak memberikan
keuntungan. Tahun 1776 ditemukan anestetik gas pertama yaitu N2O, tetapi
anestetik gas ini kurang efektif sehingga diusahakan mencari zat lain.
Mekanisme
kerja obat anestesi umum sampai sekarang belum jelas, meskipun
mekanisme kerja susunan saraf pusat dan susunan saraf perifer mengalami
banyak kemajuan pesat, maka timbullah berbagai teori. Beberapa teori
yang dikemukan adalah
- teori koloid
zat
anestesi akan menggumpalkan sel koloid yang menimbulkan anestesi yang
bersifat reversibel diikuti dengan proses pemulihan. Christiansen (1965)
membuktikan bahwa pemberian eter dan halotan akan menghambat gerakan
dan aliran protoplasma dalam amuba
- teori lipid
Ada
hubungan kelarutan zat anestetik dalam lemak dan timbulnya anestesi.
Makin tinggi klerutan dalam lemak makin kuat sifat anestestetiknya.
Teori ini cocok untk obat anestetik yang larut dalam lemak
- teori adsorpsi dan tegangan permukaan
Pengumpulan
zat anestesi pada permukaan sel menyebabkan proses metabolismadan
transmisi neural terganggu sehingga timbul anestesi.
- teori biokimia
pemberiaan
zat anestesi invitro menghambat pengambilan oksigen di otak dengan cara
menghambat sistem fosforilasi oksidatif. Akan tetapi hal ini mungkin
hanya menyertai anestesi bukan penyebab anestesi.
5. teori neurofisiologi
pemberian
zat anestesi akan menurunkan transmisi sinaps di ganglion cervicalis
superior dan menghambat formatio retikularis asenden untuk berfungsi
mempertahankan kesadaran.
6. teori fisika
zat anestesi dengan air di dalam susunan saraf pusat dapat membentuk mikrokristal sehingga menggangu fungsi sel otak.
Semua
zat anestesi umum menghambat susunan saraf secara bertahap, mula-mula
fungsi yang kompleks akan dihambat dan yang paling akhir adalah medula
oblongata yang mengandung pusat vasomotor dan pusat pernafasan yang
vital. Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter menjadi 4 stadia:
1. Stadium
I (analgesia) yaitu stadia mulai dari saat pemberian zat anestesi
hingga hilangnya kesadaran. Pada stadia ini penderita masih bisa
mengikuti perintah tetapi rasa sakit sudah hilang
2. Stadium
II (delirium/eksitasi) yaitu hilangnya kesadaran hingga permulaan
stadium pembedahan. Pada stadium ini terlihat jelas adanya eksitasi dan
gerakan yang tidak menurut kehendak, seperti tertawa, berteriak,
menangis, menyanyi, gerakan pernafasan yang tak teratur, takikardia,
hipertensi hingga terjadinya kematian, sehingga harus segera dilewati
3. Stadium
III yaitu stadia sejak mulai teraturnya lagi pernafasan hingga
hilangnya pernafasan spontan. Stadia ini ditandai oleh hilangnya
pernafasan spontan, hilangnya refleks kelopak mata dan dapat
digerakkannya kepala ke kiri dan kekanan dengan mudah. Stadia ini dibagi
lagi menjadi 4 tingkat yaitu
a. Tingkat
I : pernafasn teratur, spontan, gerakan bola mata tak teratur, miosis,
pernafasan dada dan perut seimbang. Belum tercapai relaksasi otot lurik
yang sempurna
b. Tingkat
II : pernafasan teratur tetapi kurang dalam dibandingkan tingkat I,
bola mata tak bergerak, pupil melebar, relaksasi otot sedang, refleks
laring hilang.
c. Tingkat III: pernafasan perut lebih nyata daripada pernafasan dada karena otot interkostal mulai mengalami paralisis, relaksasi otot lurik sempurna, pupil lebih lebar tetatpi belum maksimal
d. Tingkat
IV: pernafasan perut sempurna karena kelumpuhan otot interkostal
sempurna, tekanan darah mulai menurun, pupil sangat lebar dan refleks
cahaya menghilang.
4. Stadium
IV (Paralisis mediula oblongata) yaitu stadium dimulai dengan
melemahnya pernafasan perut dibanding stadoium III tingkat 4, tekanan
darah tak terukur, jantung berhenti berdenyut dan akhirnya penderita
meninggal.
Sebelum
diberikan zat anestesi pada pasien diberikan medikasi preanestesi
dengan tujuan untuk mengurangi kecemasan, memperlancar induksi,
merngurangi keadaan gawat anestesi, mengurangi timbulnya
hipersalivasi,bradikardia dan muntah sesudah atau selama anestesia.
Untuk tindakan ini dapat digunakan:
a. analgesia
narkotik untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan, mengurangi rasa
sakit dan menghindari takipneu. Misalnya morfin atau derivatnya misalnya
oksimorfin dan fentanil
b. barbiturat biasanya diguankan untuk menimbulkan sedasi. Misalnya pentobarbital dan sekobarbital.
c. Antikolinergik
untuk menghindari hipersekresi bronkus dan kelenjar liur terutama pada
anestesi inhalasi. Obat yang dapat digunakan misalnya sulfas atropin dan
skopolamin.
d. Obat
penenang digunakan untuk efek sedasi, antiaritmia, antihistamin dan
enti emetik. Misalnya prometazin, triflupromazin dan droperidol
Obat-obat anestesi umum yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi
1. kelompok
inhalasi (gas) : Nitrous oksida (N2O), siklopropan, eter, enfluran,
isofluran, halaotan, metoksifluran, trikoretilen, etil klorida,
fluroksen
2. anestesi parenteral (injeksi) dibagi menjadi beberapa golongan yaitu
a. Barbiturat,
bekerja dengan blokade sistem stimulus di formasio retikularis sehingga
kesadaran akan hilang. Efek samping yang dapat terjadi adalah depresi
pusat nafas dan menurunnya kontraktilitas otot jantung. Contoh obatnya
adalah natrium tiopental, ketamin
b. Droperidol
dan Fentanil digunakan untuk menimbulkan analgesia neuroleptik dan
anestesia neuroleptik (bila digunakan bersama N2O)
c. Diazepam,
obat ini menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai
nistagmus dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesia sehingga
harus dikombinasi dengan obat-obat analgesia.
d. Etomidat
merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi
anestesi tetapi tidak berefek analgesia. Etomidat hanya menimbulkan efek
minimal terhadap sistem kardiovaskular dan pernafasan. Efek anestesinya
berlangsung segera, dalam waktu 1 menit pasien sudah tidak sadar.
Efek
samping anestesi umum yang dapat terjadi adalah depresi miokardium dan
hipotensi (anestesi inhalasi), depresi nafas (terutama anestesi
inhalasi), gangguan fungsi hati ringan, gangguan fungsi ginjal,
hipotermia dan menggigil pasca operasi, batuk dan spasme laring serta
delirium selama masa pemulihan.
Obat
anestetik lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila
dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Obat ini
bekerja pada setiap bagian saraf. Pemberian anestetik lokal pada kulit
akan menghambat transmisi impuls sensorik, sebaliknya pemberian
anestetik lokal pada batang saraf menyebabkan paralisis sensorik dan
motorik di daerah yang dipersarafinya. Mekanisme kerja anestetik lokla
adalah mencegah konduksi dan timbulnya impuls saraf. Tempat kerjanya
terutama di membran sel. Obat anestetik lokal dikelompokkan menjadi
1. Kokain
2. Anestetik lokal sintetik seperti prokain, lidokain , butetamid, dibukain,
mepivakain, tetrakain dan sebagainya.
Tehnik pemberian anestetik lokal dapat berupa
1. anestetik
permukaan yaitu penyuntikan obat anestetik secara permukaan misalnya
pada kulit, selaput lendir mulut, faring dan esofagus
2. anestetik
infiltrasi yaitu penyuntikan untuk menimbulkan anestesi pada ujung
saraf melalui kontak langsung dengan obat. Cara anestesi infiltrasi yang
sering digunakan adalah ring block.
3. anestetik
blok yaitu anestesi bertujuan untuk mempengaruhi konduksi saraf otonom
maupun somatis dengan anestesi lokal. Hal ini bervariasi dari blokade
pada saraf tunggal misalnya saraf oksipital, pleksus brachialis, sampai
ke anestesia epidural dan spinal.
4. anestetik spinal yaitu anestesi blok yang lebih luas.
B. Obat Analgesik
Obat
analgesik antipiretik serta obat antiinflamasi non steroid (AINS)
merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat
sangat berbeda secara kimia. Mekanisme kerja obat analgesik adalah
menghambat ensim siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat
menjadi PGG2 terganggu dan reaksi inflamasi akan tertekan. Secara
skematis mekanisme kerja obat AINS tercantum dalam gambar-4 di bawah ini
Obat-obat
analgesik ini juga mempunyai sifat antipiretik dan antiinflamasi,
tetapi ada perbedaan dari masing-masing obat, contohnya parasetamol
bersifat antipiretik dan analgesik tetapi sifat antiinflamasinya lemah
sekali.
Efek
samping obat-obat analgesik yang paling sering adalah iritasi pada
lambung hingga tukak lambung, gangguan fungsi trombosit akibat
penghambatan biosintesa tromboksan A2 (TXA2) dengan akibat perpanjangan
waktu perdarahan, gangguan fungsi ginjal dan fungsi hati pada
pemamakaian lama dan reaksi alergi.
Obat-obat
yang tergolong analgesik adalah salisilat, paraaminofenol (fenasetin
dan asetaminofen atau parasetamol), pirazolon (antipirin, aminopirin,
dipiron), fenilbutazon dan oksifenbutazon. Obat AINS yang lainnya adalah
asam mefenamat dan meklofenamat, diklofenak, fenbufen, ibuprofen,
ketoprofen, nafroksen, indometasin, piroksikam.
4.Obat Antiepilepsi
Antiepilepsi
atau antikonvulsi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati
bangkitan epilepsi (epileptic seizure). Epilepsi merupakan nama kolektif
untuk sekelompok gangguan atau penyakit susunan saraf pusat yang timbul
spontan dengan episode singkat (disebut bangkitan atau seizure) dan
gejala utama berupa penurunan kesadaran menurun sampai hilang. Bangkitan
ini biasanya disertai dengan terjadinya kejang (konvulsi),
hiperaktivitas otonom, gangguan sensorik atau psikis, dan selalu
disertai gambaran letupan EEG (electroencephalogram) abnormal dan
eksesif. Bangkitan epilepsi merupakan fenomena klinis yang berkaitan
dengan letupan listrik atau depolarisasi abnormal dan ksesif, terjadi
disuatu fokus dalam otak yang menyebabkan bangkitan paroksismal. Dalam
fokus ini terdapat neuron epilepsi yang sensitif terhadap rangsangan.
Neuron epileptik inilah yang menjadi pencetus bangkitan epilepsi.
Epilepsi dikelompokkan menjadi 2 yaitu
1. Epilepsi
fokal atau parsial, yaitu epilepsi yang ditandai oleh terjadinya kejang
pada bagian tubuh tertentu misalnya tangan, muka dan sebagainya dan
biasanya tanpa disertai dengan penurunan kesadaran.
2. Epilepsi
umum yaitu epilepsi yang doitandai oleh terjadinya kejang menyeluruh
(kejang umum) disemua bagian tubuh baik yang bersifat tonik, klonik
ataupun tonik-klonik dan biasanya disertai dengan terjadinya penurunan
kesadaran.
Obat antikonvulsi atau antiepilepsi berdasarkan cara kerjanya dibagi mnejadi 2 yaitu
1. dengan mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dalam fokus epilepsi
2. dengan mencegah terjadnya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari fokus epilepsi.
Obat epilepsi dibagi nejadi 8 kelompok yaitu
1. Golongan Hidantoin, terdiri atas fenitoin, mefenitoin, dan etotoin
Indikasi
obat golongan ini adalah epilepsi umum tonik-klonik (grandmal epilepsi)
dan bangkitan parsial atau fokal. Efek samping yang dapat terjadi
adalah pada susunan saraf pusat (ataksia, nistagmus, sukar bicara,
tremor dan ngantuk), saluran cerna dan gusi (nyeri ulu hati, anoreksia,
mual dan muntah serta pembesaran gusi), Kulit (ruam morbiliform) dan
hepatotoksik (ikterik) serta anemia megaloblastik.
2. Golongan
barbiturat, misalnya fenobarbital dan primidon. Selain sebagai
antikonvulsi, obat ini juga digunakan sebagai hipnotik-sedatif.
Fenobarbital
digunakan untuk terapi bangkitan tonik-klonik atau berbagai bangkitan
parsial atau fokal. Efek samping fenobarbital relatif kecil berupa ruam
kulit. Primidon digunakan untuk semua bentuk bangkitan atau epilepsi,
kecuali epilepsi jenis petit mal. Efek samping yang dapat terjadi berupa
kantuk, ataksia, pusing, sakit kepala, mual, ruam kulit , anoreksia dan
impotensi.
3 Golongan
Oksazolidindion, misalnya trimetadion. Indikasi obat ini adalah
epilepsi jenis petit mal (bangkitan lena). Disamping itu trimetadion
juga bersifat hipnotik dan analgesik. Efek samping ringan berupa
ngantuk, dan ruam kulit. Disamping itu dapat juga terjadi gangguan
fungsi hati, darah dan ginjal.
3. Golongan
Suksimid, misalnya etosuksimid, metsuksimid, dan fensuksimid. Efek
antikonvulsi suksimid sama dengan trimetadion. Indiasi penggunaan obat
ini adalah epilepsi tipe petit mal. Efek samping berupa mual, sakit
kepala, kantuk, dan ruam kulit.
5. Golongan
Karbamazepin, misalnya karbamazepin. Selain mempunyai efek
antikonvulsif obat ini juga memperbaiki kewaspadaan dan perasaan. Selain
itu juga mempunyai efek analgesia selektif dan digunakan pada
pengobatan tabes dorsalis dan neuropati lainnya. Obat ini digunakan
untuk mengatasi semua bangkitan epilepsi kecuali epilepsi tipe petit mal
dan digunakan secara luas di Amerika Serikat. Efek samping yang dapat
terjadi adalah pusing, vertigo, ataksia, penglihatan kabur, mual, muntah
dan gangguan darah.
6. Golongan
Benzodiazepin, misalnya diazepam, klonazepam, nitrazepam. Selain untuk
antikonvulsi obat ini uga dipakai sebagai antiansietas. Diazepam
intravena merupakan obat terpilih untuk status epileptikus dan merupakan
obat antikonvulsi yang paling banyak dipakai. Obat ini digunakan untuk
kejang umum maupun fokal. Efek samping yang dapat terjadi adalah
obstruksi saluran nafas oleh lidah akibat relaksasi otot, depresi nafas
hingga apneu, hipotensi, henti jantung dan ngantuk. Klonazepam dan
nitrazepam digunakan untuk epilepsi tipe mioklonik, akinetik dan spasme.
Efek samping berupa ngantuk, ataksia dan gangguan kepribadian.
7. Golongan
Asam Valproat. Mekanisme kerja asam valproat didasarkan meningkatnya
kadar asam gama aminobutirat (GABA) di otak. Indikasi pemberian obat ini
adalah epilepsi petit mal, mioklonik dan tonik-klonik. Efek samping
yang terjadi adalah gangguan saluran cerna, berupa mual dan muntah
susunan saraf pusat (ngantuk, ataksia, tremor), gangguan fungsi hati,
ruam kulit dan alopesia.
8. Antiepilepsi lain misalnya fenasemid dan asetazolamid.
Prinsip pengobatan epilepsi adalah
(1) melakukan pengobatan kausal (penyebab) misalnya pembedahan pada tumor serebri,
(2) menghindari faktor pencetus suatu bangkitan, misalnya alkohol, emosi dan kelelahan fisik maupun mental,
(3) penggunaan antikonvulsi.
Kriteria obat epilepsi yang baik adalah
(1) dapat menekan bangkitan,
(2) memiliki batas keamanan yang lebar,
(3) satu jenis obat yang dapat menekan semua jenis bangkitan dan bekerjalangsung pada fokus bangkitan,
(4) diberikan peroral dan masa kerja panjang, tidak menimbulkan gejala putus obat,
(5) harganya murah.
2.2 BAHAYA MINUMAN BERALKOHOL
MINUMAN KERAS
Minuman keras atau minuman beralkohol juga termasuk zat adiktif. Minuman keras dibedakan menjadi 3 golongan yaitu:
1. Golongan A yaitu minuman keras yang berkadar alkohol 1%-5%, contohnya: Bir
2. Golongan B yaitu minuman keras yang berkadar alkohol 5%-20%, contohnya: Anggur/wine
3. Golongan C yaitu minuman keras yang berkadar alkohol 20%-45%, contohnya: arak, wiski, vodka.
Namun zat organik yg terdapat dalam alkohol adalah etanol atau etil alkohol (C2H5OH). Alkohol berupa cairan bening.. tidak berwarna.. berbau khas.. dan mudah menguap. Alkohol dapat di peroleh dari hasil fermentasi atau peragian madu.. gula.. sari buah.. atau umbi umbian oleh mikroorganisme. Minuman dari hasil peragian dapat menghasilkan alkohol sampai 15% .. tetapi dengan proses penyulingan atau distilasi dapat di hasilkan alkohol 100%. Penyayan yg di hasilkan dari proses peragian merupakan komponen aktif dalam minuman bir.. anggur.. dan wiski.
Jika kita minum alkohol dalam jumlah banyak dapat menekan aktivitas otak bagian atas. sehingga menghilangkan kesadaran. Pemakaian alkohol dalam jangka waktu lama dapat menginduksi dan meningkatkan metabolisme obat obatan.. mengurangi timbunan vitamin A dalam hati.. meningkatkan aktivitas zat zat racun yg terdapat pada hati dan zat zat yg dapat menimbulkan kanker.. menghambat pembentukan protein dan menyebabkan gangguan fungsi hati. Pemakain alkohol dapat menyebabkan ketagihan sehingga termasuk dalam zat adiktif.
Alkohol yg diminum alkohol yg diminum akan cepat diserap ke dalam pembuluh darah kemudian di sebarluaskan ke seluruh jaringan dan cairan tubuh. Semakin tinggi kadar alkohol dalam minuman.. akan akan semakin cepat penyerapan ke dalam darah kita. Di dalam hati.. alkohol akan dioksidasi atau dibakar. Apabila alkohol yg diminum terlalu banyak.. tidak semua alkohol masuk ke hati.. sisa alkohol akan tinggal di dalam darah dan akan dibawa sampai otak. Di dalam otak apabila kadar alkohol masih sedikit.. maka peminum akan.. mengalami euphoria (perasaan gembira dan nyaman). Tetapi jika masuknya alkohol makin lama makin banyak akibat minuman alkohol secara terus menerus maka orang itu akan mengantuk dan tertidur bahkan dapat meninggal.
a. Akibat yg ditimbulkan dari minum minuman beralkohol
1. Pengaruh langsung setelah minum
ᄂ kehilangan keseimbangan tubuh
ᄂ pusing.. merasa gembira.. kulit menjadi merah
ᄂ perasaan ingatan menjadi tumpul
ᄂ dalam dosis tinggi menjadi mabok.. tindakan tidak terkontrol.. dan kendali diri berkurang.
2. Pengaruh pada system pernapasan
ᄂ denyut jantung dan pernapasan lambat
3. Pada system pencernaan
ᄂ selera makan hilang dan kekurangan makan
ᄂ peradangan hati
ᄂ kanker mulut.. kerongkongan dan lambung
ᄂ luka dan radang lambung
4. Pada system jantung dan pembulu darah
ᄂ pembengkakan jantung
ᄂ kegagalan fungsi jantung
5 Pada system reproduksi dan pengaruh pada bayi.
ᄂ pada ibu hamil dapat menyebabkan cacat bayi yg dikandung, abortus, kelahiran prematur
ᄂ pada pria dapat menyebabkan impotensi
6. Pada system saraf pusat
ᄂ menghambat fungsi otak yg mengontrol pernapasan dan denyut jantung sehingga dapat menimbulkan kematian
ᄂ dapat menyebabkan hilangnya memory (amnesia) sakit jiwa.. kerusakan tetap pada otak dan system saraf.
Dengan banyaknya akibat negatif yg di timbulkan oleh minuman keras yg bersifat candut.. akibat yg ditimbulkan tidak hanya akan dirasakan oleh si peminum saja .. Jadi sudah sewajarnya keberadaan zat zat adiktif di sekitarmu. Misalkan rokok mempunyai bahaya yg lebih daripada manfaatnya. Sudah banyak pula pelajar di usia dini sudah kecanduaan minum minuman beralkohol. Serendah apapun kadar alkohol yg terdapat dalam minuman.. tetap berbahaya apabila jumlah banyak dan juga membuat mabok. Sudah banyak korban yg berjatuhan dari kecelakaan kecelakaan yg disebabkan oleh pemabuk yg mengemudikan kendaraan bermotor.
1. Golongan A yaitu minuman keras yang berkadar alkohol 1%-5%, contohnya: Bir
2. Golongan B yaitu minuman keras yang berkadar alkohol 5%-20%, contohnya: Anggur/wine
3. Golongan C yaitu minuman keras yang berkadar alkohol 20%-45%, contohnya: arak, wiski, vodka.
Namun zat organik yg terdapat dalam alkohol adalah etanol atau etil alkohol (C2H5OH). Alkohol berupa cairan bening.. tidak berwarna.. berbau khas.. dan mudah menguap. Alkohol dapat di peroleh dari hasil fermentasi atau peragian madu.. gula.. sari buah.. atau umbi umbian oleh mikroorganisme. Minuman dari hasil peragian dapat menghasilkan alkohol sampai 15% .. tetapi dengan proses penyulingan atau distilasi dapat di hasilkan alkohol 100%. Penyayan yg di hasilkan dari proses peragian merupakan komponen aktif dalam minuman bir.. anggur.. dan wiski.
Jika kita minum alkohol dalam jumlah banyak dapat menekan aktivitas otak bagian atas. sehingga menghilangkan kesadaran. Pemakaian alkohol dalam jangka waktu lama dapat menginduksi dan meningkatkan metabolisme obat obatan.. mengurangi timbunan vitamin A dalam hati.. meningkatkan aktivitas zat zat racun yg terdapat pada hati dan zat zat yg dapat menimbulkan kanker.. menghambat pembentukan protein dan menyebabkan gangguan fungsi hati. Pemakain alkohol dapat menyebabkan ketagihan sehingga termasuk dalam zat adiktif.
Alkohol yg diminum alkohol yg diminum akan cepat diserap ke dalam pembuluh darah kemudian di sebarluaskan ke seluruh jaringan dan cairan tubuh. Semakin tinggi kadar alkohol dalam minuman.. akan akan semakin cepat penyerapan ke dalam darah kita. Di dalam hati.. alkohol akan dioksidasi atau dibakar. Apabila alkohol yg diminum terlalu banyak.. tidak semua alkohol masuk ke hati.. sisa alkohol akan tinggal di dalam darah dan akan dibawa sampai otak. Di dalam otak apabila kadar alkohol masih sedikit.. maka peminum akan.. mengalami euphoria (perasaan gembira dan nyaman). Tetapi jika masuknya alkohol makin lama makin banyak akibat minuman alkohol secara terus menerus maka orang itu akan mengantuk dan tertidur bahkan dapat meninggal.
a. Akibat yg ditimbulkan dari minum minuman beralkohol
1. Pengaruh langsung setelah minum
ᄂ kehilangan keseimbangan tubuh
ᄂ pusing.. merasa gembira.. kulit menjadi merah
ᄂ perasaan ingatan menjadi tumpul
ᄂ dalam dosis tinggi menjadi mabok.. tindakan tidak terkontrol.. dan kendali diri berkurang.
2. Pengaruh pada system pernapasan
ᄂ denyut jantung dan pernapasan lambat
3. Pada system pencernaan
ᄂ selera makan hilang dan kekurangan makan
ᄂ peradangan hati
ᄂ kanker mulut.. kerongkongan dan lambung
ᄂ luka dan radang lambung
4. Pada system jantung dan pembulu darah
ᄂ pembengkakan jantung
ᄂ kegagalan fungsi jantung
5 Pada system reproduksi dan pengaruh pada bayi.
ᄂ pada ibu hamil dapat menyebabkan cacat bayi yg dikandung, abortus, kelahiran prematur
ᄂ pada pria dapat menyebabkan impotensi
6. Pada system saraf pusat
ᄂ menghambat fungsi otak yg mengontrol pernapasan dan denyut jantung sehingga dapat menimbulkan kematian
ᄂ dapat menyebabkan hilangnya memory (amnesia) sakit jiwa.. kerusakan tetap pada otak dan system saraf.
Dengan banyaknya akibat negatif yg di timbulkan oleh minuman keras yg bersifat candut.. akibat yg ditimbulkan tidak hanya akan dirasakan oleh si peminum saja .. Jadi sudah sewajarnya keberadaan zat zat adiktif di sekitarmu. Misalkan rokok mempunyai bahaya yg lebih daripada manfaatnya. Sudah banyak pula pelajar di usia dini sudah kecanduaan minum minuman beralkohol. Serendah apapun kadar alkohol yg terdapat dalam minuman.. tetap berbahaya apabila jumlah banyak dan juga membuat mabok. Sudah banyak korban yg berjatuhan dari kecelakaan kecelakaan yg disebabkan oleh pemabuk yg mengemudikan kendaraan bermotor.
BAB 3 PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Pemakaian
Psikotropika yang berlangsung lama tanpa pengawasan dan pembatasan
pejabat kesehatan dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk, tidak saja
menyebabkan ketergantungan bahkan juga menimbulkan berbagai macam
penyakit serta kelainan fisik maupun psikis si pemakai, tidak jarang
bahkan menimbulkan kematian.
3.2 SARAN
· Sekiranya pemerintah dapat membatasi peredaran minuman beralkohol di pas
DAFTAR PUSTAKA
nirwan-anwarcom.blogspot.com/.../obat-obat-saraf-otonom.html
moveamura.wordpress.com/farmakologi/
jefrihutagalung.wordpress.com/.../obat-obat-psikotropika-dan-zat-zat-berbahaya-lainnya/
klikbelajar.com/pelajaran-sekolah/.../zat-zat-yang-berbahaya/ -
Tags
MAKALAH BIOLOGI