Wanita Karir dalam Perspektif Islam


Setiap manusia dari berbagai latarbelakang baik gender, suku, bangsa maupun bahasa memiliki hak dasar yang harus dihormati. Salah satunya adalah hak bekerja. Piagam HAM pasal 23 menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas pekerjaan dan bebas memilih pekerjaan sesuai keinginannya sendiri. Sebagian dari populasi masyarakat dunia adalah perempuan yang juga memiliki hak untuk bekerja dan berkarir di tengah publik. Meski demikian, perempuan bekerja dan berkarir di luar rumah sebagaimana yang terjadi dewasa ini merupakan fenomena yang terbilang baru.

Tampaknya terjadi transformasi baru selama dua abad terakhir di dunia terkait kecenderungan perempuan bekerja atau wanita karir di berbagai bidang. Pasca revolusi industri dan berdirinya berbagai pabrik, para pemodal mencari tenaga kerja murah dan perempuan selama ini menjadi opsi utamanya.Terkait hal ini, Will Durant, sejarawan terkemuka menulis, "Perempuan menjadi tenaga kerja yang paling murah daripada laki-laki pekerja keras yang dibayar lebih mahal.." Hingga kini kecenderungan tersebut masih berlangsung, bahkan semakin meningkat jumlahnya. Perempuan mengisi pabrik-pabrik besar di seluruh dunia dengan upah yang lebih murah dari pria.

Pandangan Barat terhadap kerja bertumpu pada pengerukan keuntungan dan laba sebesar-besarnya. Dalam masyarakat Kapitalistik, semakin besar keuntungan, maka penghormatan terhadap yang lainpun semakin besar. Begitu juga dengan perempuan. Salah satu prinsip dalam pandangan Feminisme Barat menegaskan bahwa setiap perempuan berhak untuk bekerja di luar rumah sebagaimana laki-laki. Lebih ekstrim lagi, sejumlah kubu feminis Radikal menilai perempuan yang berperan sebagai ibu rumah tangga sebagai wanita yang terbelakang.

Jessica Anderson, seorang dokter spesialis perempuan menuturkan, "Kerja hanya sebagian dari kehidupan, tapi bukan semuanya. Sebab tugas utama perempuan adalah mendidik anak. Namun budaya Konsumerisme Barat justru menekankan peran perempuan di luar rumah. Peran sebagai ibu dan istri hanya sebagai sampingan bukan yang utama. Berlanjutnya masalah ini menyebabkan tekanan psikologis dan psikis yang terus-menerus bagi anak-anak dan para ibu sendiri.."

Jika Barat mengusung kesetaraan gender atas nama penghormatan terhadap hak perempuan, tapi substansinya justru meminggirkan peran utama perempuan. Islam memandang wanita dan pria memiliki hak yang sama sebagai manusia. Tapi ada pembagian peran utama keduanya. Secara kemanusiaan, laki-laki tidak memiliki keistimewaan dibandingkan perempuan sama sekali. Agama Islam mengakui dan menerima peran perempuan di tengah masyarakat. Peran utama wanita bukan di luar rumah, tapi sebagai istri bagi suami dan ibu bagi anak-anaknya. Islam membolehkan perempuan bekerja di luar rumah, tapi kewajiban untuk mencari nafkah terletak di tangan suami. Kerja bagi perempuan hanya sebuah pilihan, bukan kewajiban.

Terkait hal ini, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Udzma Sayid Ali Khamenei mengatakan, "Islam bukan hanya membolehkan perempuan bekerja, bahkan bisa jadi penting selama tidak mengganggu peran utamanya mendidik anak dan menjaga keluarga. Sebuah negara membutuhkan tenaga kerja perempuan di berbagai bidang. Tapi peran itu tidak boleh bertentangan dengan kehormatan nilai-nilai spiritualitas dan kemanusiaan perempuan..".

Islam menghormati perempuan. Dan laki-laki tidak boleh memaksa perempuan untuk bekerja di dalam dan luar rumah. Maksudnya, pekerjaan domestik di rumah bukan kewajiban perempuan, tapi sebuah inisiatif yang diambil istri dengan segenap jiwanya demi menjaga keutuhan rumah tangga. Islam memberikan perhatian khusus mengenai kedudukan perempuan. Agama Ilahi ini mempertimbangkan berbagai faktor mulai dari struktur fisik, emosi dan naluri, hukum, dan aspek perempuan lainnya. Perempuan memiliki perasaan dan naluri yang kuat anugerah Allah Swt guna mengemban tugas pendidikan dan pengajaran masyarakat untuk menghantarkan umat manusia kepada kesempurnaan.

Imam Ali as menukil hadis dari Rasulullah Saw mengatakan, "Seseorang tidak akan menghormati kaum perempuan, kecuali jika orang tersebut berjiwa besar dan mulia. Dan seseorang tidak akan merendahkan kaum perempuan, kecuali jika orang itu berjiwa rendah dan hina." Berkenaan dengan ibu, yang tak lain adalah perempuan, beliau berkata, "Betapa pun seorang anak berbakti kepada ibunya, ia tidak akan mampu menebus satu hari saja dari masa kehamilannya."

Sejumlah psikolog menyatakan adanya perbedaan mendasar dalam kejiwaan lelaki dan perempuan. Misalnya, Profesor Rick, seorang psikolog Amerika berkata: "Dunia lelaki dan dunia perempuan secara total benar-benar berbeda. Lelaki dengan karakteristik fisik dan psikologisnya berbeda dengan perempuan dalam merespon dan menyikapi berbagai peristiwa dalam kehidupan. Lelaki dan perempuan berdasarkan tuntutan gendernya tidak berprilaku sama. Tepatnya mereka seperti dua bintang yang berputar di dua jalur yang berbeda. Ya, mereka dapat saling mengerti dan memahami satu sama lain. Namun mereka jelas tidak sama."

Al-Quran memiliki prinsip tersendiri mengenai struktur sosial masyarakat. Secara natural, laki-laki dan perempuan memiliki persamaan dan juga perbedaan. Secara substansial, dari sisi tujuan penciptaan pada dasarnya perempuan dan laki-laki itu sama yaitu untuk beribadah kepada Allah swt. Dalam Islam diakui bahwa lelaki dan perempuan memiliki satu hakikat yang sama dan tidak ada berbedaan antara keduanya.

Perbedaan fisik dan lainnya pada lelaki dan perempuan bukan perbedaan esensial. Al-Qur'an menyatakan bahwa tujuan diciptakannya manusia baik lelaki maupun perempuan adalah beribadah kepada-Nya. Ia berfirman: "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (QS. Al-Dzaariyaat [51]:56)

Al-Quran menjelaskan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama sebagaimana dijelaskan dalam surat at-taubah ayat 71, "Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."

Perbedaan profesi antara laki-laki dan perempuan berbeda dengan perbedaan hak-haknya. Islam memandang wanita dan pria setara dari sisi kemanusiaan dan spiritualitasnya. Dalam sejarah Islam, Sayidah Zahra dan Imam Ali mencapai kedudukan yang tinggi dari sisi spiritualitas dan keduanya memiliki peran kerja yang berbeda. Pekerjaan di luar rumah menjadi tanggung jawab Imam Ali dan di dalam rumah dikerjakan oleh sayidah Zahra.

Dalam pandangan al-Quran, peran perempuan di ranah sosial dan ekonomi harus sesuai dengan fitrah penciptaannya. Islam memandang perempuan sebagaimana laki-laki memiliki kedudukan istimewa di tengah masyarakat. Agama ilahi ini tidak pernah melarang perempuan menjalankan aktivitas sosial. Tapi peran itu tidak boleh menomorduakan peran utamanya sebagai istri dan ibu.

Ayatullah Khamanei menegaskan peran penting perempuan sebagai ibu. Beliau menuturkan, "... Salah satu kewajiban penting perempuan adalah membesarkan anak-anaknya dengan kasih sayang dan ketika besar nanti mereka siap menjadi manusia yang sehat, tanpa gangguan spiritual dan psikologis, tanpa masalah, tanpa perasaan minder ataupun berbagai problem lainnya yang menimpa generasi muda Barat di Eropa dan AS dewasa ini...". (IRIB Indonesia)
Lebih baru Lebih lama