Asal Mula Penyebutan Tamianglayang

Asal Mula Penyebutan Tamianglayang

Wilayah Tamianglayang dan sekitarnya merupakan tempat perladangan oleh anggota masyarakat, dari tiga wilayah yaitu :Patai, Murungkliwen dan Pimpingen atau Sangarasi. Anggota masyarakat dari ketiga wilayah tersebut diatas, yang pertama-tama bermukim didaerah Tamianglayang dan sekitarnya.
Anggota masyarakat yang bermukim didaerah Tamianglayang pada pertama kalinya hanyalah sebagai penunggu ladang atau kebun mereka dari serangan binatang liar. Karena terlalu lama didaerah ini, maka terjadilah perkampungan yang disebut oleh anggota masyarakat dengan Tumpungan. Walaupun sudah menjadi Tumpungan atau kampung, namun namanya masih belum ada.
Para pemukim hanya menggunakan nama-nama daerah dimana mereka bertempat tinggal, misalnya :Wawat, Amiwa'u,Watas, Telang Tampik, Khahutan, Ban'ma, Matajau dan sebagainya. Tempat pemukiman yang terdiri dari berbagai lokasi perladangan diatas, dikuasai oleh dua kelompok. Dibagian barat dikuasai oleh orang atau anggota masyarakat yang berasal daerah Patai dan Murungkliwen, yakni : Telang Tampik, Watas, Amiwa'u dan Matajau. Sedangkan diwilayah bagian timur dikuasai oleh anggota masyarakat yang berasal dari daerah Pimpingen (Sangarasi) serta Uwei. Mereka menempati daerah perladangan Pon'ning, Wawat dan sebagainya. Sehingga nenek moyang penduduk daerah Tamianglayang adalah gabungan dari wilayah yang telah disebut diatas.
Setelah diadakan penelitian dengan minta keterangan dari anggota masyarakat yang tua-tua, tentang asal usul nama Tamianglayang maka diperoleh keterangan bahwa nama berasal dari sebuah cerita rakyat yang menjadi suatu kenyataan.Mengenai pendapat anggota masyarakat tentang nama Tamianglayang ada dua argumentasi yang cukup kuat antara lain :
  1. Penyebutan nama Tamianglayang diambil dari nama seorang Dam'mong yang bernama Tamiang. Tempat asal Dam'mong tersebut tidak ada yang mengetahui secara pasti. Akan tetapi yang pasti Dam'mong itu mengalami kesesatan dalam usahanya mencari daerah Sangarasi, untuk melamar Puteri Mayang Sari. Waktu itu Puteri Mayang Sari sedang berkuasa di Sangarasi tahun 1604-1615. Akhirnya sampai juga ia ke Sangarasi tetapi sayang Puteri Mayang Sari telah lebih dahulu wafat. Kata "Layang" didepan Tamiang diambil dari bahasa Maanyan kuno yang berarti mengalami kesesatan dalam usahanya mencari daerah atau wilayah yang telah ditentukan sebelumnya. Daerah atau wilayah dimana Dam'mong tersebut mengalami kesesatan lalu disebut oleh anggota masyarakat menjadi Tamianglayang.
  2. Penyebutan nama Tamianglayang yang diambil dari nama sejenis pohon bambu yang berdiameter sekitar 2 cm, dengan panjang ruas sekitar 80 cm. Menurut mitologi keampuhan dari bambu tersebut, mampu mencabut nyawa dari illah yang menguasai di angkasa yang disebut oleh anggota masyarakat yaitu Illah Nanyu. Mitologi itu selanjutnya mengatakan bahwa illah yang bernama Nanyu Manolon berkelahi dengan seorang penduduk yang bernama Amang Mahai. Dalam perkelahian itu Amang Mahai dapat menikam bambu tersebut keleher nanyu Manolon yang mengakibatkan kematiannya. Sedangkan kata "Layang" memberikan keterangan atau memberitahukan bahwa nyawa illah itu sudah tidak ada lagi atau sudah meninggal. Tempat kejadian dimana terjadi peristiwa pembunuhan Nanyu Manolon, yang ditewaskan oleh Amang Mahai adalah termasuk wilayah Hadiwalang atau Bagok. Amang Mahai melakukan pembunuhan terhadap illah tersebut, setelah diketahui bahwa illah itu telah memporakporandakan sebuah kampung bernama Ete'en dan Gapijar, dimana Amang Mahai bertempat tinggal. Karena keampuhan bambu tersebut, maka nama bambu tersebut diabadikan oelh anggota masyarakat untuk nama kampung atau tumpuk yang baru itu dengan nama Tamianglayang.
Ada pendapat lain bahwa kata "layang " didepan kata Tamiang berasal dari kata melayang-layang. Suku kata layang sudah mendapat pengaruh dari bahasa melayu.
Penyebutan Tamianglayang, untuk menggantikan nama dari berbagai lokasi diatas, terjadi kira-kira awal abad ke-17. Setelah secara resmi disebut dengan nama Tamianglayang, maka nama seperti Wawat, Khahutan dan lain sebagainya tidak dipergunakan lagi. Setelah berdirinya Landschaap Sihong, maka daerah Patai dan daerah Tamianglayang termasuk didalam wilayah dari Landschaap Sihong. Missi Zending masuk daerah Tamianglayang pada tahun 1857, setelah lebih dahulu masuk daerah Murutowo pada tahun 1851. Dengan masuknya Missi, mulailah ada kemajuan atau perkembangan didaerah ini sebab didaerah Watas diberikan sebidang tanah untuk keperluan tersebut.
Demikianlah daerah Tamianglayang mulai berkembang dengan adanya Missi Zending, yang berkedudukan didaerah Watas. Sehingga Tamianglayang merupakan pusat pengaturan segala kegiatan Missi Zending untuk wilayah ini. Sebuah pemukiman baru atau kampung mula-mula merupakan daerah perladangan yang akhirnya mendapat sebutan Tamianglayang, yang secara resmi pada awal abd ke-17. Daerah atau wilayah Tamianglayang secara berurutan dikuasai oleh sejumlah 16 Dam'mong yang menjadi panutan anggota masyarakatnya.
Pada masa kekuasaan para pemimpin didaerah Sangarasi, daerah Tamianglayang dan sekitarnya secara tidak langsung menjadi wilayah kekuasaan dari Sangarasi. Demikian juga setelah berdirinya Landschaap Sihong, maka wilayah Tamianglayang merupakan daerah kekuasaan dari pada penguasa Sihong yaitu Suto Ono Sutanegara.
Setelah kita mempelajari asal mulanya berdirinya daerah Tamianglayang yang telah diutarakan tadi, maka terlihat ada 16 Dam'mong yang pernah memimpin anggota masyarakat didaerah ini semenjak resmi berdirinya sebagai sebuah kampung.
Dengan demikian daerah Tamianglayang jelas tidak menjadi tujuan anggota masyarakat, setelah Nansarunai Usak Jawa pada tahun 1358 dan tahun 1362. Maka wajarlah kalau nama Tamianglayang tidak disinggung sama sekali didalam penyebutan daerah yang masuk urutan Kampung X, Banua V dan Paju IV. Sebab Tamianglayang merupakan wilayah yang baru berdiri beberapa ratus tahun sesudah Nansarunai Usak Jawa.
Anggota masyarakat setempat secara sadar maupun tidak telah menyebutkan bahwa Tamianglayang dan sekitarnya adalah wilayah apa yang disebut dengan Garuda Maharam. Tidak seorangpun yang mengetahui secara pasti, sebab apa daerah ini disebut dengan Garuda Maharam. Keterangan yang dikumpul oleh penulis alasan untuk menguatkan istilah tersebut antara lain :
  1. Wilayah ini memberikan rasa aman dan damai bagi semua penduduk yang bermukim didaerah ini, bila dibandingkan dengan keadaan wilayah yang ada ditempat lain.
  2. Tingkat kesejahteraan yang dimiliki oleh anggota masyarakatnya cukup memuaskan.
  3. Toleransi antar sesama anggota masyarakatnya cukup tinggi dengan apa yang disebut Pangundraun Iram.
  4. Banyak anggota masyarakat dari daerah lain yang tertarik untuk berdomisili didaerah ini.
Keempat alasan tersebut diatas, merupakan dasar yang menguatkan mengapa wilayah Tamianglayang dan sekitarnya selalu disebut Garuda Maharam. Mungkin wilayah inilah yang disebut oleh orang-orang secara umum yaitu tanah yang berbau harum dengan airnya yang bening serta bersih. Karena keadaan daerah serta tanahnya yang demikian, merupakan tempat yang sesuai untuk melakukan penghidupan dan kehidupan penduduknya. Dengan demikian anggota masyarakat yang berdomisili didaerah Tamianglayang lebih heterogen sifatnya, bila dibandingkan dengan wilayah yang lain yang ada di Barito Timur.
Hal itu disebabkan Tamianglayang mempunyai ciri khas yang tidak dimiliki oleh daerah lainnya. Dilihat dari segi kekayaan alam jelas tidak banyak memberikan kesejahteraan kepada anggota masyarkat kalau dibandingkan dengan daerah lain yang banyak sumber alamnya. Walupun keadaan alam didaerah Tamianglayang tidak begitu subur, namun banyak anggota masyarakat lebih tertarik untuk bermukim didaerah ini. Disinilah daya tarik kota Tamianglayang sangat spesifik dari daerah lainnya yang ada di Barito Timur.

Nama Dam'mong yang selalu menjadi panutan oleh masyarakat secara umum didaerah Barito Timur adalah sebagai berikut ;
  1. Tamianglayang; Dam'mong Tamiang
  2. Sarapat; Dam'mong Jaya Kutai
  3. Harara; Dam'mong Luput
  4. Patai; Patih Rindu Tuha
  5. Karanglangit; Patih Raja Panantang
  6. Telang; Pating'ngi Baris
  7. Siong; Patih Damang Garit
  8. Balawa; Patih Jaksa Tuha
  9. Murutowo; Patih Akir
  10. Dayu; Pating'ngi Raja
  11. Paku; Patih Sari Kampung
  12. Patung; Patih Singasari
  13. Rodok; Patih Kakah Dayan
  14. Tampa; Patih Dam'mong Tani
  15. Karau; Tumenggung Guntom
  16. Bawo; Kakah Gulang
  17. Tutui; Tumenggung Singa Langit
  18. Jangkung; Uria Pulang Giwa
  19. Waruken; Patih Nawa Raha
  20. Hadiwalang; Pahulu Marak
  21. Uwei; Patih Uwei
  22. Kayunringan; Patih Banta
  23. Angam; Patih Talam
  24. Sangarasi; Dam'mung Halang
  25. Ja'ar; Pating'ngi Aris
Lebih baru Lebih lama