Tenrirawe A. Achmad dan J. Tandiabang
Balai Penelitian Tanaman Serealia
ABSTRAK
Dalam pola tanam setahun yang dilakukan petani, jagung di tanam satu kali atau dua kali tergantung dari berbagai faktor yaitu curah hujan, ketersediaan air, jenis lahan, harga dan faktor sosial lainnya. Jagung dapat ditanam secara monokultur ataupun tumpangsari pada pola tanam setahun yang banyak ditentukan oleh pertimbangan agronomis dan harga komoditi. Pada pertanaman ganda serangan hama lebih rendah karena adanya diversifikasi tanaman, sehingga terjadi interaksi organisme yang berlangsung dalam bentuk fisik maupun interferensi biologis. Pada pertanaman jagung pertama dengan pola tanam padi - jagung dan padi - (jagung + kedelai), Helicoverpa armigera, dan Mythimna separata merupakan hama yang dominan. Populasi tertinggi pada monokultur pada 58 HST, yaitu 14 butir telur + 24 ekor larva H. armigera dan 43 ekor larva M. separata. Predator Chrysopa sp. dan Orius sp. berperan dalam mengontrol kedua hama dominan tersebut. Pada pertanaman jagung kedua dengan pola tanam padi - jagung - jagung pada monokultur dan padi - (jagung + kedelai) - (jagung + kacang hijau) pada tumpangsari terdapat tiga hama utama yang menyerang yaitu penggerek batang O. furnacalis, M. separata, dan H. armigera. Populasi O. furnacalis tidak dipengaruhi oleh pola bertanam yang ada. Populasi M. separata dan H. armigera tertinggi sekitar 66 hari setelah tanam (HST). Populasi O. furnacalis dan M. separata lebih tinggi pada pertanaman jagung kedua dibanding pertanaman jagung pertama, sedangkan H. armigera sebaliknya. Pola tanam, musuh alami serta iklim yang berperan dalam dinamika hama utama tersebut di atas. Ledakan populasi Mythimna sp. mempunyai peluang besar pada pertanaman jagung kedua.
Kata kunci : Dinamika populasi, pola tanam, tumpangsari, Ostrinia furnacalis, Helicoverpa armigera, Mythimna separata,
Trichogramma evanescens, Orius sp., Chrysopa sp.
PENDAHULUAN
Hama merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kehilangan hasil pada pertanaman jagung. Hama utama pada berbagai daerah penghasil jagung adalah lalat bibit, Atherigona sp., penggerek batang, Ostrinia furnacalis, penggerek tongkol Helicoverpa armigera, ulat grayak (Mythimna sp., dan Spodoptera sp.), dan tikus (Baco et al., 1998).
Hama utama yang menyerang jagung, kehadirannya dan tingkat serangannya banyak ditentukan oleh pola tanam setahun dan sistim pertanamannya baik monokultur maupun tumpangsari, serangan hama lebih rendah dibanding monokultur. Interaksi organisme di dalam pertanaman ganda berlangsung dalam bentuk fisik maupun interferensi biologis.
Penggerek batang jagung, O. furnacalis merupakan hama utama jagung yang paling sering mengakibatkan kerusakan dengan kehilangan hasil 4,5 - 54,5% (Baco dan Tandiabang, 1988). Selain menyerang jagung, O. furnacalis juga menyerang kacang hijau (Talekar et al., 1991). Pada kacang hijau serangga ini lebih suka meletakkan telur pada permukaan bawah daun terutama pada sepertiga bahagian atas tanaman.
Penanaman jagung secara monokultur yang dilakukan beruntun dari musim ke musim, memperkecil keragaman organisme dan dapat mengakibatkan ledakan populasi hama, sedangkan pada pertanaman ganda serangan hama lebih rendah karena adanya diversifikasi tanaman. Interaksi organisme di dalam pertanaman ganda berlangsung dalam bentuk fisik maupun interferensi biologis (Litsinger dan Moody, 1996; van Emden dan Williams, 1974).
Pemilihan kombinasi tanaman tumpangsari yang tidak tepat dapat mengakibatkan perkembangan hama tertentu semakin pesat (Palaniappan, 1985). Kacang tunggak yang ditumpangsarikan dengan jagung mendapat serangan kutu daun, Aphis craccivora yang lebih berat dibanding monokrop kacang tunggak (Akib, 1998). Kondisi lingkungan tertentu dapat mengubah proses fisiologis tanaman yang selanjutnya mempengaruhi nutrisi tanaman yang diserap serangga fitofagus (Kogan, 1975).
Pada penggerek batang O. nubilalis menunjukkan bahwa pola tahunan jagung - jagung dibanding jagung - kedelai, serangan penggerek batang generasi pertama tidak berbeda nyata, tetapi generasi kedua lebih tinggi pada pola jagung - jagung (Berry dan Ghidiu, 1989).
Diketahuinya dinamika populasi hama utama jagung serta faktor utama yang menyebabkannya akan menjadi masukan yang merupakan dasar dalam merakit pengendalian hama tersebut secara efisien.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di salah satu daerah sentra produksi jagung yaitu di kabupaten Takalar. Pola tanam yang diteliti yaitu :
a. Padi - jagung
b. Padi - (jagung + kedelai)
c. Padi - jagung - jagung
d. Padi - jagung - (jagung + kacang hijau)
Penanaman padi dilakukan oleh petani dan peneliti mengamati hama apa yang menyerang pada pertanaman tersebut. Penanaman jagung dilakukan bersamaan dengan petani sekitarnya dengan menggunakan varietas Bisma. Penanaman jagung dilakukan dua kali sesuai dengan pola di atas. Luas pertanaman yaitu 0,5 ha - 1 ha, tiap pola + 0,125 ha. Lahan dibagi seluas + 100 m2 untuk tiap pengamatan. Untuk pertanaman monokultur jagung digunakan jarak tanam 75 cm x 40 cm, 2 tanaman per lubang. Untuk pertanaman tumpangsari jarak tanam jagung (300 cm x 40 cm) dan (75 cm x 40 cm), sedang kacang hijau atau kedelai 40 cm x 20 cm. Pemupukan dilakukan dengan dosis berdasarkan tanaman jagung 300 kg Urea, 100 kg SP36, dan 100 kg KCl per ha, sedang kacang hijau dan kedelai adalah 50 kg Urea, 50 kg SP36, dan 50 kg KCl. Pengamatan dilakukan selang 10 hari selama pertumbuhan tanaman. Parameter yang diukur yaitu besarnya populasi setiap stadia perkembangan serangga hama utama dan musuh alaminya yang dominan menyerang tanaman jagung, yang diamati dari 100 sampel yang dipilih secara acak. Pada pertanaman tumpangsari diukur pula populasi dan intensitas kerusakan hama pada kacang hijau dan kedelai. Pertanaman dibagi atas 10 petak sesuai dengan interval pengamatan hingga panen baik pada monokultur maupun tumpangsari. Pengamatan dilakukan hanya satu kali pada satu petak. Larva dan stadia lain hama utama jagung hasil pengamatan dikumpulkan ke dalam kotak serangga, untuk melihat kemungkinan terparasit.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertanaman Pertama
Pertanaman jagung pertama (Mei - Agustus 2001)
Pola tanam yang diamati pada penelitian ini adalah padi - jagung dan padi - (jagung + kedelai). Pada periode pertanaman padi, serangga hama yang dijumpai adalah penggulung daun Cnaphlocrosis medinalis. Demikian pula pada awal pertumbuhan jagung, baik pada pola bertanam tumpangsari maupun monokultur didapati C. medinalis menyerang daun jagung. Serangga hama tersebut dijumpai sejak pengamatan pertama (17 HST) sampai dengan pengamatan keempat (48 HST) (Tabel 1).
Hama utama yang ditemukan adalah penggerek batang jagung O. furnacalis, penggerek tongkol H. armigera dan ulat grayak Mythimna sp. (Tabel 1 dan 2).
Tabel 1. Jenis hama yang menyerang pada musim tanam Mei - Agustus 2001
Jenis hama Waktu Pengamatan (HST)
17 27 37 48 58 65 72 80
Cnaphalocrosis L L L - - - - -
Ostrinia furnacaLis - - L / T T / L L L P P
Helicoverpa armigera - - L T / L L L L L
Spodoptera - - - - - T / L L P
Belalang N D D - - - - -
Mythimna sp. L L L L L L L L
Ket. : T = Telur L = Larva KT = Kelompok telur
P = Pupa D = Dewasa N = Nimfa
Tabel 2. Populasi hama utama per 100 tanaman jagung pada musim tanam
Mei - Agustus 2001di Takalar.
Jenis hama Waktu Pengamatan (HST)
17 27 37 48 58 65 72 80
Cnaphalocrosis
• Monokultur
• Tumpangsari
4 L
0
5 L
10 L
5 L
2 L
2 L
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Ostrinia furnacalis
• Monokultur
• Tumpangsari
0
0
0
0
1Kt/2L
0
0
1 kt/1 L
14 L
3 L
19 L
3 L
2L/24P
3 L
12 P
11 P
Helicoverpa armigera
• Monokultur
• Tumpangsari
0
0
0
0
3 L
1 L
87 L
23T/24L
44T/24L
24T/14 L
23 L/10T
14 L
16 L
1 L
1 L
0
Mythimna sp.
• Monokultur
• Tumpangsari
1 L
3 L
8 L
2 L
6 L
4 L
20 L
28 L
43 L
34 L
13 L
12 L
15 L
7 L
5 L
4 L
Keterangan : T = telur L = larva Kt = kelompok telur P = pupa
Populasi O. furnacalis yang ditemukan pada 37 HST sangat rendah yaitu satu kelompok telur per 100 tanaman dan telah terparasit oleh T. evanescens. Selain itu ditemukan pula dua ekor larva. Populasi tertinggi pada 65 HST yaitu 19 ekor larva dan pada 72 HST yaitu 24 pupa pada pola bertanam monokultur. Populasi H. armigera tertinggi dijumpai pada 48 HST yaitu 87 ekor larva pada perlakuan monokultur, 23 butir telur dan 24 ekor larva pada perlakuan tumpangsari.
Ulat grayak Mythimna sp. umumnya dijumpai dalam bentuk larva. Populasi tertinggi ditemukan pada umur tanaman 58 HST, dimana larvanya mulai memotong rambut jagung. Secara umum populasi hama lebih tinggi pada pertanaman monokultur dibanding tumpangsari (Tabel 2). Hal ini disebabkan antara lain karena populasi predator terutama Orius sp. dan Chrysopa sp. lebih tinggi pada tumpangsari dibanding monokultur. Kedua predator ini berkembang lebih pesat pada tumpangsari, karena predator tersebut telah berkembang lebih dahulu pada tanaman kedelai yang ditumpangsarikan dengan jagung. Predator Orius sp., baik larva maupun dewasanya banyak ditemukan di rambut jagung. Demikian pula telur dan larva awal H.armigera, sehingga tidak sukar bagi Orius sp untuk memangsa H. armigera. Cantello dan Jacobson (1999) telah men-demonstrasikan daya pikat nap (volatil) rambut jagung pada berbagai jenis serangga.
Pada Tabel 3 terlihat bahwa terdapat berbagai predator yang turut berperan dalam mengatur besarnya populasi beberapa hama utama, Chrysopa sp. yang umumnya ditemukan dalam bentuk telur, populasinya lebih tinggi pada tumpangsari dibanding monokultur. Populasi Chrysopa mencapai 339 ekor/100 tanaman pada pola bertanam tumpangsari dan hanya 34 ekor pada monokultur. Hal ini berpengaruh terhadap besarnya populasi H. armigera dan Mythimna sp. pada Tabel 2. Populasi kedua hama tersebut lebih tinggi pada monokultur dibanding tumpangsari. Musuh alami yang dominan pada penelitian ini adalah berupa predator yaitu laba-laba, Orius sp. (Anthocoridae : Heteroptera) dan Chrysopa sp. (Chrysopidae : Neuroptera). Terdapat berbagai spesies laba-laba umumnya yang berukuran kecil seperti Atypena formosona (Araneae : Linyphiidae) dan kadang-kadang dijumpai pula yang ukurannya agak besar Argiope catenulata (Araneae : Araneidae).
Tabel 3. Populasi predator yang memangsa hama utama jagung pada MT. 2001 di Takalar
No Jenis predator Umur tanaman (HST)
17 27 37 48 58 65 72 80
1.
2.
3. Orius sp.
• Monokultur
• Tumpangsari
Laba-laba
• Monokultur
• Tumpangsari
Chrysopa sp.
• Monokultur
• Tumpangsari
-
-
6
4
-
-
3
3
18
6
-
-
4
16
11
3
14
14
8
26
25
7
25
39
22
51
34
28
187
230
2
10
19
14
67
239
0
4
35
18
55
307
0
0
15
20
34
339
Pertanaman Kedua
Pertanaman Jagung kedua (September - Nopember 2001)
Pola tanam yang diamati pada penelitian kedua tahun 2001 adalah padi - jagung - jagung dan padi - (jagung + kedelai) - (jagung + kacang hijau).
Penggulung daun C. medinalis kembali dijumpai baik di pertanaman padi maupun pada awal pertumbuhan jagung. Hama tersebut ditemukan pada tumpangsari dan monokultur dengan populasi yang rendah. Populasi tertinggi 16 ekor larva per 100 tanaman di monokultur pada 22 HST (Tabel 4).
Serangga hama utama jagung yang dominan selama penelitian sama dengan jagung pertama yaitu O. furnacalis, H. armigera, dan M. separata.
Pada jagung kedua ini O. furnacalis ditemukan dalam kelompok telur yang sebagian besar butirnya (+ 97%) telah terparasit oleh T. evanescens. Kenyataan ini ditunjang dengan sangat sedikit larva yang ditemukan di lapangan. Kelompok telur yang sehat (tidak terparasit) sebahagian ditemukan hanya pada awal pengamatan, sedang setelah pengamatan keenam (57 HST) seluruh kelompok telur telah berwarna hitam karena terparasit oleh T. evanescens. Pada pertanaman kedua ini populasi penggerek batang lebih tinggi dibanding pertanaman pertama. Terdapat dua generasi dari hama tersebut dan besarnya populasi tidak dipengaruhi oleh bentuk pola bertanam. Tingginya populasi kelompok telur penggerek batang pada pertanaman ini diperkirakan berasal dari pertanaman jagung disekitarnya. Namun meskipun populasi kelompok telur tinggi yang berhasil menetas menjadi larva sangat kecil, karena lebih dari 95% yang telah terparasit oleh T. evanescens.
Ulat grayak M. separata baru muncul pada pengamatan keenam (57 HST). Ulat grayak ini ditemukan dalam bentuk larva, yang kemungkinan besar adalah hasil migrasi dari pertanaman jagung petani yang berumur genjah (varietas Pulut). Larva-larva ulat grayak kebanyakan ditemukan di ujung tongkol setelah mengerat rambut jagung kemudian masuk ke dalam dan merusak tongkol. Ulat grayak Mythimna sp. baru ditemukan pada 57 HST. Populasi tertinggi 78 ekor pada monokultur dan 54 ekor larva per 100 tanaman pada tumpangsari. Umumnya ditemukan stadia larva lanjut yaitu larva 4 dan larva 5 yang menyerang rambut jagung. Pada stadia tersebut predator tidak mampu lagi memangsa ulat grayak. Orius sp. dan Chrysopa sp. hanya mampu memangsa stadia telur dan larva awal dan sebagian besar ordo Lepidoptera (Teetes et al., 1983). Pada pertanaman jagung pertama serangga hama ini ditemukan hampir pada semua waktu pengamatan. Sedang pada jagung kedua hama ini baru ditemukan pada 57 HST. Kemungkinan serangga tersebut pada awal perkembangannya menyenangi tanaman muda, sehingga induk betinanya cenderung meletakkan telur pada tanaman yang lebih muda. Pada jagung kedua, pertanaman jagung disekitarnya telah bervariasi umurnya. Populasi Mythimna pada jagung pertama sedang berdiapause di pematang atau di tanah saat jagung kedua ditanam. Pada saat itu musim kemarau sehingga pupa yang ada dalam tanah tidak membusuk. Ketika pupa tersebut menetas menjadi kupu-kupu jagung kedua telah berumur lebih dari satu bulan. Kemungkinan induk betina lebih senang meletakkan telur pada jagung petani yang lebih muda umurnya disekitar penelitian. Setelah rambut pada jagung kedua telah keluar beramai-ramailah larva itu berimigrasi kejagung kedua. Hampir seluruh larva yang ada mengerat rambut jagung kemudian masuk ke dalam tongkol. Pada jagung kedua ini perlu kehati-hatian terhadap ulat grayak. Serangan ulat grayak pada waktu tongkol belum berisi penuh akan menyebabkan tidak terbentuknya biji, sehingga terjadi kehilangan hasil yang cukup besar.
Penggerek tongkol H. armigera ditemukan dua generasi pada pertanaman ini. Populasinya tidak terlalu besar. Populasi tertinggi hanya 28 ekor larva per 100 tanaman yaitu pada pengamatan ketujuh (66 HST) (Tabel 4). Kondisi ini kemungkinan besar disebabkan tingginya populasi predator seperti Chrysopa sp., Orius sp. dan laba-laba (Tabel 5). Telur H. armigera yang biasanya diletakkan di rambut jagung terpredasi oleh Orius sp. yang juga selalu ada di rambut jagung. Sedang telur-telur yang diletakkan dipermukaan daun atau di batang dimangsa oleh larva dari Chrysopa sp. Serangan penggerek tongkol terjadi baik pada pertumbuhan vegetatif maupun generatif. Pada fase pertumbuhan vegetatif hama ini menyerang titik tumbuh, pada serangan yang berat tanaman akan mati. Pada penelitian ini keadaan ini tidak terjadi karena baik telur maupun larva awal terperadasi oleh Orius sp. yang populasinya cukup tinggi pada awal pertumbuhan (Tabel 4). Serangan penggerek tongkol pada umur lanjut hanya menyebabkan kerusakan pada ujung tongkol.
Berbagai predator yang dominan pada pertanaman kedua ini adalah Orius sp, laba-laba, dan Chrysopa sp. Hasil pengamatan menunjukkan populasi Orius sp. tertinggi hanya ditemukan pada pengamatan kedua (22 HST) dan ketiga (33 HST). Baik laba-laba maupun Chrysopa sp. populasi tertinggi pada 57 HST (Tabel 5). Seperti pada pertanaman-pertanaman sebelumnya populasi predator pada umumnya lebih tinggi pada tumpangsari dibanding monokultur.
Tabel 4. Populasi berbagai jenis hama utama jagung pada pertanaman kedua MT. 2001 di Takalar.
No
Jenis hama Pengamatan ke
13 22 33 42 50 57 66 75 84
1.
2.
3.
4..
Cnaphalocrosis
• Monokultur
• Tumpangsari
H. armigera
• Monokultur
• Tumpangsari
O. furnacalis
• Monokultur
• Tumpangsari
Mythimna sp.
• Monokultur
• Tumpangsari
7
3
0
0
0
0
0
0
16
5
5 L
2 L
0
4 KT
0
0
4
0
5 L
2 L
10 KT
2 KT
0
0
0
0
0
0
19 KT
18 KT
0
0
0
0
20 T
19T/
3D
3L, 12KT
27KT,1D
0
0
0
0
9 L
10 L
18 L
7 L,
19 KT
11 L
23 L
0
0
28 L
16 L
9 L,
11P
21 L,
7 P
78 L
54 L
0
0
17 L
18 L
29 P,
3 KT
11 P,
3 KT
10 L
12 L
0
0
22 L
6 L
23 P,
5 KT
2 KT, 1L,6P
16 L
0
Keterangan : T = telur L = larva Kt = kelompok telur P = pupa D = dewasa
Tabel 5. Populasi berbagai predator pada pertanaman kedua MT. 2001 di Takalar
No Jenis hama Pengamatan ke
13 22 33 42 50 57 66 75 84
1.
2.
3.
Orius sp.
• Monokultur
• Tumpangsari
Laba-laba
• Monokultur
• Tumpangsari
Chrysopa sp.
• Monokultur
• Tumpangsari
3
5
4
7
0
0
12
22
5
11
0
0
39
55
42
29
25 T
14T,1D
0
1
28
13
75
66
1
3
42
48
130
175
2
7
41
71
203
270
2
0
27
55
177
120
0
0
42
67
80
112
0
0
48
83
38
47
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan populasi hama utama jagung pertama pada pola tanam padi - jagung dan padi - (jagung + kedelai) dapat disimpulkan bahwa penggerek tongkol Helicoverpa armigera dan ulat grayak Mythimna separata merupakan hama yang dominan. Populasi tertinggi kedua hama tersebut dijumpai pada 58 HST (hari setelah tanam) pada perlakuan monokultur. Populasi H. armigera, 44 telur + 24 ekor larva sedang M. separata 43 ekor larva.
Musuh alami seperti Chrysopa sp. dan Orius sp. berperan dalam mengontrol kedua hama dominan tersebut.
Pada jagung kedua dengan pola tanam padi - jagung - jagung pada monokultur dan padi - (jagung + kedelai) - (jagung + kacang hijau) pada tumpangsari ternyata terdapat tiga jenis hama utama yang menyerang yaitu penggerek batang O. furnacalis, M. separata, dan H. armigera. Populasi kelompok telur O. furnacalis mulai meningkat pada 42 HST. Besar populasi O. furnacalis tidak dipengaruhi oleh pola bertanam yang ada.
Populasi M. separata dan H. armigera tertinggi disekitar 66 HST.
Populasi O. furnacalis dan M. separata lebih tinggi pada jagung kedua dibanding jagung pertama. Sebaliknya populasi H. armigera lebih tinggi pada jagung pertama dibanding jagung kedua. Pola tanam, musuh alami serta iklim yang berperan dalam dinamika hama utama tersebut di atas. Ledakan populasi Mythimna sp. mempunyai peluang besar pada jagung kedua.
DAFTAR PUSTAKA
Akib, W. 1998. Pengaruh suhu dan kelembaban nisbih mikro terhadap populasi Aphis craccivora (Hemiptera : Aphidae) pada kacang tunggak yang ditumpangsarikan dengan jagung. Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan XI PEI, PFI, dan HPTI Sul-Sel, hal. 197-205.
Baco, D. dan J. Tandiabang. 1988. Hama utama jagung dan pengendaliannya. Jagung. Puslitbangntan. Pp.185-204.
Baco, D., Tandiabang, and W. Wakman. 1988. Pests and diseases of maize in Indonesia : Status and Research Needs. Rest. Inst. Of Maize and Other Cereals. Maros. 12 p.
Berry, F.C. and G.M. Ghidiu. 1989. effect of conservation tillage an European corn borer populations. Environ Entomol. 18(6):917-920.
Cantelo, W.W. dan Jacobson, M. 1979. Corn silk volatiles attracts many pest species of insect. J. Environ. Sci. Health A 14:695-707.
Kogan, M. 1975. Plant resistance in pest management. In Introduction to insect pest management Ed. R.L. Metcalf and W.H. Luckman. John Wiley & Sons. p.11-117.
Litsinger, J.A. and Keith Moody. 1976. Integrated pest management in Multiple Cropping Systems. Multiple Cropping. ASA Special Publication. Number 27, Ed. R.I. Papendink; P.A. Samches; G.B. Triplett. p.297-316.
Palaniappan, S.P. 1985. Cropping system in the tropics : Principles and Management. Wiley Eastern Limited. p.144-151.
Talekar, N.S., Chih Pin Lin, Yii Fei Yin, Ming Yu Ling, Yi De Wang, and David C.Y. Chang. 1991. Characteristics of Infestation by Ostrinia furnacalis (Lepidoptera : Pyralidae) in mungbean. J. Econ. Entomol. 84(5):1499-1502.
Teetes, G.L., K.V.S. Reddy, K. Leuschner, and L.R. House. 1983. Sorghum Insect Identification Hand book. Information Bulletin No.12. ICRISAT. 124 p.
van Emden, H.J. and G. Williams. 1974. Insect stability and diversity in agro-ecosystems. Ann. Rev. entomol. 19:455-475.
Tags
JURNAL BIOLOGI